Tempat itu bernama Glade, kata Alby (Aml Ameen), si pemimpin tempat tersebut. Sama seperti Thomas, semua lelaki tersebut tiba di elevator tanpa memori apapun tentang masa lalu mereka kecuali nama. Dan, sama seperti Thomas, semua penduduk Glade masih mencari tahu siapa yang menaruh mereka di tempat tersebut dan mengapa mereka ada di situ.
Yang menarik dari Glade adalah adanya sebuah tembok raksasa yang mengeliling; sebuah labirin raksasa melingkari tempat tersebut. Pintu labirin itu terbuka pada pagi hari dan menutup ketika petang. Hanya Runner, Para Pelari, yang diketuai oleh Minho (Ki Hong Lee) yang boleh keluar-masuk labirin. Tiga tahun mereka berada di tempat itu, dan tak juga menemukan jalan keluar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
'The Maze Runner' adalah adaptasi buku pertama dari trilogi karya Jonathan Dashner. Tidak dapat dipungkiri, film ini salah satu produk terbaru Hollywood untuk meyakinkan kita agar tidak muak dengan cerita post-apocalyptic dengan bintang-bintang muda tampan sebagai tokoh utamanya. Setelah 'Harry Potter' menawarkan strategi bisnis baru mencari uang dengan jumlah seri yang sangat banyak, serial 'Twilight' mengikutinya. Secara komersial, serial 'Twilight' memang berhasil, namun secara kualitas tak bisa dibandingkan dengan 'Harry Potter'.
Kemudian muncullah Katniss Everdeen dari serial 'Hunger Games' yang langsung mencuri perhatian. Dibuat dengan layak, dengan tokoh utama yang lebih independen dan intrik yang menarik, 'Hunger Games' langsung memiliki banyak penggemar. Formula inilah yang sekarang diikuti banyak penulis atau pembuat film. Letakkan beberapa anak muda manis di dunia yang mau kiamat, dan kau akan mendapatkan pembaca/penonton yang berjubel. 'Divergent melakukannya awal tahun ini, dan September ini 'The Maze Runner' anteng berdiri di belakangnya.
Yang menarik dari 'The Maze Runner' adalah penulis skripnya βNoah Oppenheim, Grant Pierce Myers dan T.S. Nowlinβ tak membuang banyak waktu untuk memberikan eksposisi. Bandingkan dengan 'Divergent' yang membuang sepuluh menit pertamanya untuk menjelaskan apa yang terjadi dengan dunia dan faksi-faksi yang ada di dalamnya melalui narasi Tris. 'The Maze Runner' dari awal langsung tancap gas untuk memberikan teror. Pembuatnya menempatkan karakter utama seperti penonton. Apa yang diketahui Thomas untuk pertama kalinya merupakan informasi baru bagi penonton. Ini merupakan hal yang menyenangkan.
Secara cerita 'The Maze Runner' memang tak sekompleks dan semenggugah perjuangan Katniss melawan Capitol. Plot 'The Maze Runner' jauh lebih sederhana dan bagian paruh pertama film memang agak membosankan. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai penonton Anda akan menginginkan lebih banyak variasi monster-nya. Dan, setiap kali karakter lain menunjuk Thomas dan berkata, "You're different," maka Anda akan menguap kebosanan. Namun, begitu sosok Teresa muncul diikuti dengan babak ketiga yang seru, 'The Maze Runner' menjadi tontonan yang cukup mendebarkan.
Kredit Wes Ball sebagai sutradara sebelum ini hanya untuk film pendek. Namun, film pendek animasinya, 'Ruin' βAnda bisa menontonnya di Youtube atau Vimeoβ cukup memukau perhatian. Secara visual 'Ruin' dan 'The Maze Runner' memiliki benang merah; sama-sama megah walaupun keadaannya hancur berantakan --lengkap dengan warna hijau tua sebagai warna utamanya. Dibantu sinematografer Enrique Chediak, Wes Ball mampu menyuguhkan arena labirin yang masif dan memukau. Kepiawaiannya mengatur tempo dan suspense juga salah satu hal yang membuat keseruan 'The Maze Runner' terjaga.
Hampir semua pemain 'The Maze Runner' tampil dengan cukup optimal, di samping kenyataan mereka berpenampilan sangat atraktif. Dylan OβBrien yang mencuat lewat serial 'Teen Wolf' mampu menjadi tokoh utama yang dapat diandalkan. Tidak se-powerful Jennifer Lawrence tentu saja, namun tidak seburuk Jamie Campbell Bower dalam 'Mortal Instruments'. Kaya Scodelario sebagai satu-satunya perempuan di antara para remaja lelaki memang tidak semenghentak karakternya sebagai Effy dalam serial hits Inggris, 'Skins' namun tetap menimbulkan kesan.
Β
Thomas Brodie-Sangster, bocah kecil dalam 'Love Actually', juga cukup memikat sebagai teman nongkrong yang setia kawan. Begitu juga dengan Ki Hong Lee. Kejutan justru datang dari Will Poulter yang tahun lalu menjadi bahan tertawaan dalam 'Weβre The Millers', sekarang kebagian peran sebagai tokoh antagonis dan ia membawakannya dengan baik. Patricia Clarkson di sisi lain walaupun hanya kebagian screen time yang kecil, menunjukkan keahliannya sebagai aktor senior. Perannya yang sebelas duabelas dengan Donald Sutherland dalam 'Hunger Games membuatnya terlihat sangat menarik.
'The Maze Runner' secara sekilas memang mirip 'Hunger Games' ketemu 'Lord of the Flies' dengan sedikit kedipan pada 'Cabin In The Woods'. Dan, ramuan itu dituntaskan dengan ending yang memuaskan. Ini memang hanya sebuah set-up besar Fox untuk membuat franchise post-apocalyptic young adult. Namun, kalau hasil akhirnya seperti ini, Anda tidak akan kecewa dan berharap kelanjutannya agar segera dibuat.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)