'47 Ronin': Visual Megah Lupa Sejarah

'47 Ronin': Visual Megah Lupa Sejarah

- detikHot
Senin, 23 Des 2013 11:07 WIB
Jakarta -

Kai (diperankan oleh Keanu Reeves) adalah lelaki yang malang. Lelaki half-breed (atau bahasa kerennya blasteran) ini tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya, yaitu para samurai Jepang yang saat itu dikisahkan sedang berada di abad ke-18. Seperti halnnya Zainudin dan Hayati dalam 'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck', Kai sebenarnya cinta setengah mati dengan Mika (Kou Shibasaki). Mika pun juga merasakan yang sama. Tapi apa daya, perbedaan di antara mereka berdua tidak bisa diterima.

Jangankan cinta, usaha Kai untuk diterima oleh orang-orang di sekitarnya pun ditolak mentah-mentah. Bahkan saat dirinya mencoba menyelamatkan citra kerajaan, Kai dipukuli habis-habisan. Sampai akhirnya muncullah Lord Kira (Tadanobu Asano) yang menggunakan jampi-jampi magis Mizuki (Rinko Kikuchi) untuk memperdaya Lord Asano (Min Tanaka).

Hasilnya? Asano dipaksa untuk menanggung malu dengan membunuh dirinya sendiri. Sementara, para samurai bawaan Asano terpaksa harus pergi dan menjadi ronin atau samurai tanpa master. Dan, dimulailah kisah Oishi (Hiroyuki Sanada) untuk memimpin ke-46 ronin lainnya membalaskan dendam master mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'47 Ronin' versi aslinya adalah sebuah kisah asli Jepang tentang 47 samurai yang membalaskan dendam master mereka. Cerita ini, seperti layaknya legenda rakyat lainnya, sudah diceritakan berulang-ulang dengan berbagai bumbu dan racikan. Masuklah Chris Morgan (penulis 'Fast and Furious 5' dan 'Wanted') dan 'Hossein Amini' (penulis 'Snow White and the Huntsmen' dan 'Drive') ke proyek ini untuk mengolah kisah klasik Jepang ini menjadi film blockbuster.

Langkah pertama yang mereka lakukan tentu saja menghubungi aktor kelas A yang siap untuk memerankan Kai. Masuklah nama Keanu Reeves. Sebagai aktor yang terkenal dengan wajah polos dan tanpa ekspresi, Reeves –setidaknya di atas kertas– memang cocok memerankan sosok Kai yang teraniaya. Namun. dalam '47 Ronin' wajah tanpa ekspresi Keanu Reeves tidak mampu menyelamatkan film yang sudah membosankan dari sananya ini.

Morgan dan Amini nampak sekali tidak menguasai materi sejarah aslinya sehingga hal-hal yang seharusnya dramatis dan perlu untuk digali –kisah cinta antara Kai dan Mika, bagaimana orang-orang menyingkirkan Kai– malah dilupakan dan mereka lebih berfokus bagaimana cara membuat '47 Ronin' tampak segagah 'Pacific Rim'. Untuk itulah Morgan dan Amini memaksakan unsur ilmu magis ke dalam film ini agar '47 Ronin' terlihat megah dan perkasa.

Sutradara debutan Carl Erik Rinsch memang berhasil menampilkan visual yang mahal –budget film ini dilaporkan mencapai angka 170 juta dollar. Landscape yang megah diikuti dengan efek visual yang mahal untuk menunjukkan keajaiban sihir sakti Mizuki. Tapi, itu semua tidak membantu untuk membuat '47 Ronin' terasa lebih menyenangkan untuk ditonton. Visual efek mahal itu terasa sekali hanya sebagai gimmick, bukan bagian dari cerita. Tanpa adanya sihir-sihiran sekalipun, '47 Ronin' sebenarnya bisa menjadi film politik yang menarik.

Tidak hanya berhenti di situ, Erik Rinsch juga kurang bisa mengatur para aktornya untuk mengambil hati penonton. Hiroyuki Sanada mestinya bisa menjadi pemimpin yang lebih menginspirasi. Dan, Rinko Kikuchi yang pernah mencicipi nominasi Oscar lewat 'Babel' karya Inarritu mestinya bisa menjadi penjahat yang benar-benar menggigit. Erik Rinsch malah lebih sibuk menampilkan adegan penuh dengan sexual tension tanpa motivasi dengan lawan mainnya, baik dengan Tadanobu Asano maupun dengan Kou Shibasaki.

'47 Ronin' adalah film yang cukup fun jika Anda menontonnya hanya untuk melepas rindu dengan Keanu Reeves atau menyaksikan film berbiaya mahal dengan gambar cantik. Tapi, bagi Anda yang tahu betapa kaya sejarah Jepang aslinya, '47 Ronin' lagi-lagi menjadi studi kasus bahwa Hollywood adalah sebuah raksasa yang ignorant.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.



(mmu/mmu)

Hide Ads