'Hello Goodbye' berkisah tentang pertemuan dua manusia di negeri yang jauh dari Jakarta, Indah Pramesti (Atiqah Hasiholan) dan Abimanyu (Rio Dewanto) di kota tepi laut, Busan, Korea Selatan. Abi adalah seorang anak buah kapal yang terkena serangan jantung saat sedang berlayar, sehingga terpaksa diturunkan dan di rawat di sebuah rumah sakit di Busan. Indah, seorang staf KBRI yang berdinas di Busan, ditugaskan untuk bertanggung jawab atas Rio selama dalam perawatan di sana.
Abi adalah sosok yang kasar dan keras. Selama perawatan ia menolak makan dan meminum obatnya. Dia marah pada keadaan, dan hal tersebut justru memperburuk kondisi. Selain suster di rumah sakit, Indah-lah pelampiasan atas kemarahannya. Selain keras, Abi juga bersikap dingin terhadap kehidupannya. Ia jarang mengabarkan keadaan dirinya kepada keluarganya di Indonesia. Baginya, bila ia tidak berkabar, berarti ia baik-baik saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari perbedaan pandangan hidup antara Indah dan Abi ini, percakapan menjadi menarik. Bagi Abi yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di kapal, jika seseorang terlalu fokus pada tujuan, ia akan lupa menikmati perjalanan. Dan begitulah Indah mendapati dirinya. Tiap hari bekerja, namun pada kenyataannya ia merasa tidak ada yang dikerjakan. Indah seperti terjebak dalam rutinitas, dan tidak bisa melepaskan diri. Percakapan demi percakapan membuat mereka semakin dekat dan saling menaruh hati.
Sebagaimana kebanyakan drama Korea, film yang juga dibintangi oleh Sapto Soetarjo dan Kenes Andari ini merupakan drama romantis yang mudah untuk dinikmati. Gaya busana bertumpuk yang trendi dan cantik, sudut-sudut kota Busan, pelabuhan, toko-toko tua yang menawan, taman dan burung yang sedang bermigrasi di musim dingin serta kuil di tepi laut membuat film perdana yang disutradarai oleh Titien Wattimena ini memberi pemandangan berbeda, yang menjadi salah satu kekuatan film ini. Selain itu, Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto juga tampil cukup baik. Sayangnya, percakapan di antara mereka kadang terlalu cepat sehingga kurang terdengar jelas.
Bagi penggemar film romantis, film yang diputar perdana di Busan International Film Festival ini layak menjadi pilihan. Formulasi cerita yang dipakai memang terbilang klasik: dari terpaksa, tidak suka, lantas menjadi jatuh cinta. Namun, Titien berhasil menghadirkannya dalam gambar-gambar yang menghanyutkan dengan latar yang cantik, serta menjalarkan kehangatan dari layar ke bangku penonton.
Peringatan bagi Anda yang berniat menyaksikan film yang menampilkan ERU, Prince of Ballad dari Korea ini: Jangan buru-buru meninggalkan tempat duduk Anda saat credit title di akhir film mulai muncul. Tak mau membiarkan film ini berakhir dengan cerita menggantung, Titien memberi kejutan yang menyentuh dan patut ditunggu bagi Anda penggila kisah cinta.
Anis Ardianti wartawan senior, pernah bekerja di beberapa media, kini freelance menulis ulasan film
(mmu/mmu)