Jakarta - Wayang Orang Bharata kini harus terus menggigit jari akibat pandemi. Pagelaran seni itu kini harus kehilangan taji karena tak bisa unjuk gigi.
Picture Story
Wayang Orang Menolak Tergerus Modernisasi
Semua seni pertunjukan dihentikan karena gedung-gedung pertunjukkan harus tutup. Gemerlap panggung dan riuh tepuk tangan penonton, kini tak lagi bisa dilihat dan didengar langsung oleh para pecinta seni dan budaya.

Pendemi Covid-19 berdampak luas pada kehidupan manusia. Perubahan pola hidup untuk menghindari virus corona mempengaruhi segala sektor kehidupan termasuk sektor sosial budaya.
Sepanjang pandemi, pagelaran seni dihentikan karena gedung-gedung pertunjukkan harus tutup. Gemerlap panggung dan riuh tepuk tangan penonton, kini tak lagi dilihat dan didengar langsung oleh para pecinta seni dan budaya.
Para seniman kehilangan panggung. Sementara pecinta seni kehilangan kesempatan untuk mengaggumi indahnya kesenian yang ditampilkan secara langsung. Kekhawatiran akan lunturnya kelestarian seni dan budaya menjadi kegelisahan. Cukup banyak seniman yang menggantungkan hidupnya melalui pentas seni.
Para seniman merindukan kehidupan sebelum pandemi, di mana kebebasan untuk berpentas dapat diperoleh.
Para seniman wayang orang yang tergabung dalam Paguyuban Wayang Orang (WO) Bharata kini terpaksa berhenti mengadakan pentas rutin yang biasa dilakukan setiap sabtu malam. Para seniman ini pada tahun 2021 lalu hanya menggelar 9 kali pementasan dalam 1 tahun dengan berinovasi dan beradaptasi menggunakan teknologi metode live streaming dan perekaman pegelaran untuk kemudian disiarkan di kanal youtube.
Pementasan dengan teknologi live streaming bukan tanpa kendala mereka harus belajar banyak teknologi dan salah satunya yaitu menyamakan timing lagu dan gerakan para pelakonnya. Belum lagi dengan kendala lag akibat koneksi, menjadi kisah perjuangan tersendiri. Suasana pun tidak semeriah adanya penonton yang memenuhi Gedung Pertunjukkan Wayang Orang Bharata yang berlokasi di Senen, Jakarta Pusat.
Globalisasi dan arus digital yang masif, menjadi tantangan tersendiri bagi para seniman dalam melestarikannya. Seni dan kesenian tradisional seperti pertunjukan Wayang Orang ini harus berjuang dengan gigih untuk mengimbangi kencangnya perkembangan zaman.
Paguyuban Wayang Orang (WO) Bharata didirikan pada 5 Juli 1972. Pada tahun ini Paguyuban Wayang Orang (WO) Bharata berusia 50 tahun.
Menurut Ketua Paguyuban Wayang Orang Bharata Teguh βKenthusβ Ampiranto saat ini jumlah seniman yang bernaung dipaguyuban ini sebanyak 143 seniman. Saat ini generasi yang ada di Paguyuban ini sudah generasi ke 9 yang berusia anak-anak.
Yang membuat mereka masih bertahan dengan kondisi ini adalah antusiasme dan kecintaan untuk akan melestasrikan budaya bangsa dan adanya regenenasi anak muda yang melestarikan kebudayaan wayang orang meski mereka lebih banyak didominasi secara turun temurun. 80 persen anggotanya adalah generasi milineal yang lahir di Jakarta yang cinta akan kesenian ini.
Kini pandemi sedikit mereda berbagai kelonggaran aturan mulai diterapkan pemerintah. Sejumlah pertunjukkan kesenian mulai diizinkan meski dengan skala sangat terbatas dan dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun Pertunjukkan Wayang Orang Bharata masih dilakukan tertutup tanpa penonton masyarakat luas.
Pada Rabu 20 Februari 2020 Wayang Orang Bharata mengelar pertunjukkan terbatas yang direkam guna nantinya ditampilkan melalui kanal youtube WO BHARATA Official pada sabtu 26 Februari. Dalam pementasan kali ini hanya dihadiri oleh beberapa pemerhati dan penikmat seni. Pagelaran ini menampilkan cerita tentang Palguna - Palgunadi. Kisah ini menceritakan tentang pertarungan antara Raden Arjuna alias Palguna melawan Prabu Ekalaya alias Palgunadi, sesama murid Resi Druna. Juga dikisahkan tentang kesetiaan Dewi Angraeni yang memilih bunuh diri menyusul suaminya, daripada menjadi istri Raden Arjuna.
Pegelaran ini merupakan pegelaran pertama ditahun 2022 yang dananya bersumber dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. WO Bharata mendapatkan bantuan 9 kali pagelaran selama 1 tahun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sehari sebelum pementasan para seniman ini berlatih dengan giat dan semangat. Para pemain gamelan yang diisi baik orang tua dan anak milenial tampak serius berlatih. Mereka senang dapat kembali pentas setelah beberapa bulan tak pentas. Iringan musik gamelan membuka pertunjukkan. Sedetik kemudian tirai panggung terbuka, menampilkan latar layaknya di sebuah kerajaan.
Sekelompok seniman membawa wayang gunungan bersama Prabu Ekalaya alias Palgunadi muncul yang kemudian bertarung melawan raksasa membuka pengelaran ini.Β Jika dahulu wayang orang bisa berlangsung selama 6-8 jam, kini wayang orang dibuat sesederhana mungkin, demi mempertahankan antusiasme penikmatnya. Pagelaran kali ini berlangsung selama 90 menit yang melibatkan seratusan seniman. Β
Ketua Paguyuban Wayang Orang Bharata Teguh βKenthusβ Ampiranto muncul menarasikan sinopsis cerita Palguna - Palgunadi. Sekelompok penari wanita mengisi panggung, mengenakan kemben dipadu kain jarik, bersanggul dangan riasan lengkap. Jari-jari lentik menari dengan selendang biru terselip di antaranya. Tarian mereka membuka kisah pewayangan.
Setelah tarian mereka usai, para pelakon yang dirias menajdi tokoh-tokoh pewayangan dengan kostum, berkilau diterpa cahaya panggung, muncul ke tengah panggung. Dialog-dialog berbahasa Jawa krama mengalir di antara para pelakon. Kisah yang ditampilkan saat itu memuat tentang ajaran-ajaran hidup yang bersumber dari kisah-kisah legenda atau sejarah Jawa. Babak demi babak berganti, hingga akhirnya sampai pula pada penghujung cerita.
Para penggiat kesenian yang tergabung dalam Paguyuban Wayang Orang Bharata berharap pemerintah dan swasta serta masyarakat lebih peduli terhadap pelestarian budaya dengan memberikan perhatian yang lebih fokus karena hanya dengan kepedulian semua pihak seni tradisi ini bisa bertahan dan menjadi kebanggaan bangsa.