Secara singkat Black Mirror menggambarkan efek gelap dari teknologi. Apa yang terjadi ketika kita, para manusia, lupa dengan apa yang seharusnya membantu kita hidup lebih mudah. Episode 3 dari musim pertama yang diberi judul The Entire History of You menggambarkan apa yang terjadi jika manusia memasang alat yang bisa merekam apapun yang kita lihat dan dengar. Kita bisa memutar memori kita untuk orang lain. Kedengarannya cukup futuristic dan menyenangkan. Tunggu sampai Anda menonton episode ini. Charlie Brooker menggunakan plot relationship problem untuk menunjukkan betapa teknologi ini bisa menyakitkan kita semua.
Kemudian ada episode berjudul Nosedive. Diambil dari episode pertama musim ketiga Black Mirror, episode ini bercerita tentang efek menyeramkan dari sistem rating. Dalam episode ini kita menyaksikan sebuah dunia yang dibangun atas sistem rating. Orang-orang yang ratingnya tinggi akan lebih gampang mendapatkan akses kehidupan yang menyenangkan. Hunian yang nyaman, tempat edukasi yang brilian, tempat kerja yang fantastis. Sebaliknya, orang-orang yang ratingnya rendah tidak akan mendapatkan akses kehidupan yang menyenangkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah dua musim yang spektakuler di Netflix (dua musim pertamanya tayang di televisi Inggris bernama Channel 4), beberapa hari yang lalu Netflix merilis film interaktif Black Mirror. Film interaktif? Ya. Menonton film ini, penonton diberikan pilihan untuk menentukan nasib dan akhir filmnya. Setiap pilihan mempengaruhi jalan cerita dan durasi film yang Anda tonton. Film bisa diselesaikan dalam 40 menit atau 90 menit. Semuanya terserah penonton.
Plotnya sederhana. Juli 1984 di Inggris kita bertemu dengan karakter utama kita, Stefan Butler (Fionn Whitehead, diculik dari Dunkirk), yang merupakan seorang game designer. Hari itu dia akan bertemu dengan pemilik perusahaan game bernama Mohan Thakur (Asim Chaudhry) untuk pitching ide game-nya. Stefan yang terobsesi dengan buku pilih-sendiri-petualanganmu berjudul Bandersnatch mencoba membuat game dengan cara kerja yang sama.
Cerita selanjutnya? Anda-lah yang menentukan jalan ceritanya.
(Kalau Anda mau menghindari spoiler, sebaiknya Anda tidak meneruskan membaca artikel ini)
Sebagai sebuah film interaktif, Bandersnatch adalah sebuah film yang cukup menyenangkan untuk dinikmati. Anda sebagai penonton benar-benar diajak untuk menentukan jalan cerita. Sepanjang film Anda akan diberikan pilihan dari yang remeh (musik mana yang ingin Anda dengar) sampai pilihan yang sulit (membunuh teman atau membiarkannya pergi).
Konon kabarnya Netflix memang sudah lama ingin membuat sebuah film interaktif. Sebuah hal yang jenius karena hanya streaming service yang bisa membuatnya. Charlie Brooker kabarnya menolak ide ini. Sampai akhirnya dia membuat Bandersnatch. Hasilnya ternyata sesuai dengan kitab Black Mirror. Bandersnatch adalah sebuah renungan yang menyeramkan mengenai teknologi dan kebebasan. Disini ternyata penonton tidak hanya sebagai penentu jalan cerita tapi juga sebagai Tuhan. Si karakter utama, Stefan, dengan sadar tahu bahwa dia sedang "digerakkan" oleh sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Disinilah Bandersnatch menjadi asyik untuk dikunyah.
Ada begitu banyak pilihan yang bisa Anda pilih. Apakah Anda memberi tahu kepada Stefan bahwa kebebasan adalah ilusi? Atau ini semua adalah konspirasi negara? Bahwa memori buruknya di masa kecil hanyalah rekaan? Atau Anda mau menghantui Stefan soal Netflix.
Anda tidak salah baca. Dan ini mungkin kedengarannya agak njelimet. Ada poin dimana ketika Stefan bertanya kepada penonton siapa yang mengatur hidup dia, Bandersnatch memberikan pilihan logo Netflix. Dan disana si komputer menjelaskan tentang Netflix kepada Stefan yang masih tinggal di tahun 1984. Yang terjadi selanjutnya adalah sebuah pengalaman menonton yang harus Anda rasakan sendiri. Yang jelas, Charlie Brooker dan sutradara David Slade tahu bagaimana cara membuat penonton Black Mirror tertawa terbahak-bahak.
Saya sebagai penonton sempat mendapatkan sekitar tujuh ending dari Bandersnatch. Beberapa diantaranya harus saya dapatkan setelah saya memutuskan untuk membuat Stefan membunuh ayahnya. Disini, sekali lagi Charlie Brooker mengedipkan matanya kepada kita. Seperti halnya Stefan, penonton tidak sadar bahwa kebebasan (dalam kali ini adalah memilih cerita) adalah ilusi belaka.
Sebagai sebuah film interaktif, Bandersnatch memang cukup menyenangkan. Netflix dengan berhasil mempersembahkan sebuah presentasi yang begitu halus. Setelah kita memilih sebuah pilihan, pilihan kita langsung muncul tanpa mengganggu ritme yang kita lihat sebelumnya. Editingnya begitu mulus sekali.
Akan tetapi sebagai sebuah produk Black Mirror, Bandersnatch masih kalah jauh dengan teman-temannya lain. Secara topik, Bandersnatch memang kuat. Tapi secara eksekusi, pesan yang diusung Charlie Brooker tertutupi oleh konsep film interaktif itu sendiri. Black Mirror menjadi Black Mirror karena Charlie Brooker adalah pencerita nomer satu. Ia tahu bagaimana memasukkan pesan ke dalam kepala penonton. Dengan Bandersnatch dan banyaknya ending yang ada, penonton akan kebingungan dengan mana yang sebenarnya ending yang dimaksudkan oleh Bandersnatch? Apakah Stefan berakhir di penjara? Atau Stefan bertemu dengan ibunya?
Menurut saya, cara paling efektif untuk menikmati Bandersnatch adalah membiarkan Netflix memilih semua pilihannya sendiri. Dengan ini, Anda bisa menikmati filmnya tanpa memikirkan banyak hal tentang konsekuensinya. Memang benar, ini artinya Anda tidak memiliki kebebasan. Tapi paling tidak, tidak seperti Stefan, Anda tahu siapa yang mengontrol Anda.
Black Mirror: Bandersnatch dapat disaksikan secara eksklusif di Netflix.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film. (Candra Aditya/ken)