Jika Adele sukses berkat album '21' (2011), Sam Smith punya 'In The Lonely Hour' (2014). Jika Adele memutuskan untuk bergerak maju dalam album '25' (2015), begitu pula Sam Smith di 'The Thrill of It All', album keduanya.
Sam Smith sengaja tidak membuat The Thrill of It All jadi album dari pop-star yang mudah masuk telinga. Ia ingin terdengar lebih getir, lebih tua dan lebih tidak nyaman. Ibarat minum wiski di ruang gelap, di malam hari, sambil memikirkan kehidupan.
Dan itulah yang akan dihidangkan di hadapan Anda ketika mendengar 10 lagu di The Thrill of It All. Bahkan lagu paling upbeat yang dipengaruhi soul 60an 'Baby, You Make Me Crazy', memaksa Anda untuk menari dan menangis tersedu-sedu sekaligus.
Lengkap dengan piano heavy ballad, dan sepaket choir gospel yang menjadi ciri khas musiknya sejak awal, album ini menjual instrumen terpenting dari musik Sam Smith: suaranya.
Old time soul bertema cinta dan kesepian dari In The Lonely Hour masih jadi alasan Sam Smith bernyanyi di The Thrill of It All. Tidak hanya perubahan fisik yang terjadi padanya (Sam Smith diet ketat, dan memotong rambut "quiff"-nya), suaranya kini terdengar lebih serak dan berat.
Saya baru menyadarinya ketika mendeng 'Midnight Train', lagu tentang mengakhiri sebuah hubungan yang terinspirasi oleh kisah temannya.
Tak perlu khawatir, lengkingan falsetto ajaib, saat Sam Smith menimbang apakah sebuah cinta layak berakhir di 'Palace', atau saat mempertanyakan siapa yang pertama kali mengucapkan kalimat keramat 'I Love You' pada lagu 'Say It First', masih menyihir setiap orang yang mendengarnya.
Meskipun publik sudah mengetahui bahwa Sam Smith adalah seorang gay, pada album In The Lonely Hour, ia jarang menyebutkan secara spesifik jenis kelamin dari obyek lagu-lagunya (bisa 'he' atau 'she').
Di album The Thrill of It All, Sam Smith tidak lagi bias. Contohnya pada lagu 'HIM', yang mengisahkan seorang anak laki-laki di Missisipi saat 'coming out' pada ayahnya. 'Holy Father, we need to talk / I have a secret that I can't keep / I'm not the boy you thought you wanted / Please don't get angry… It is him I love".
Beberapa lagu bercerita tentang kehidupannya sendiri, seperti 'Burning', momen sedih saat ia merindukan seorang pria yang telah pergi. Pada versi Deluxe, Sam Smith memberikan tribute kepada orang tuanya yang bercerai lewat 'Scars'.
Pada akhirnya, Sam Smith adalah Sam Smith. Jika album In The Lonely Hour akan membuat Anda menyukai Sam Smith saat kali pertama mendengarnya, butuh dua (mungkin juga tiga) kali lebih banyak untuk melakukan hal itu di The Thrill of All It.
Seperti yang saya sudah peringatkan di awal, album ini tidak mudah didengar pada awalnya. Namun, akhirnya tetap sama. Anda tetap akan menyukainya.
* Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Social Media & Content Strategist. Selain aktif sebagai penulis lepas, ia juga pernah menjadi Music Publicist di salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia. (/)