Anda bisa menilainya dari dua album terakhir mereka; Bankrupt. Meski melahirkan beberapa lagu cukup bagus seperti 'Trying to be Cool', album yang dirilis 2013 itu dianggap sebagai kemunduran.
Dan album terbarunya tahun ini, Ti Amo tidak berhasil menggebrak tangga lagu dengan signifikan di bulan pertama album dirilis. Tapi apakah hal itu tidak mengganggu mereka? Saya meragukan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bosan mengambil referensi Asia Timur di Bankrupt!, kali ini, Phoenix mengambil tema "Italia versi fantasi" pada rekaman terbaru mereka. 'Ti Amo' yang dalam bahasa Italia berarti 'I Love You' menjadikan ide romantis sebagai tema sentral.
Dalam rilis pers, Thomas Mars dkk menggambarkan albumnya sebagai emosi murni yang sederhana tentang cinta, keinginan, nafsu dan kepolosan, juga catatan tentang akar Eropa dan Latin, Italia versi fantasi, surga yang hilang terbuat dari musim panas Romawi abadi, juke-boxes di pantai, Monica Vitti dan Marcello Mastroianni, keinginan tak kenal takut dan patung marmer antik.
Namun, yang membuat album ini bertambah menarik adalah bahwa kuartet ini merekam "Ti Amo" seiringan dengan serangan teroris di Paris, November 2015 lalu, tanpa membuat pengalaman traumatik itu mempengaruhi album. Betul-betul 100% tentang cinta, dan mereka membagi rata ke dalam 10 lagu.
Ti Amo menghadirkan soft-pop yang cocok dinikmati saat musim panas, di pinggir pantai, sambil menjilat es-krim gelato rasa 'Tuttifrutti', 'Fluer De Lys', atau 'Fior di Latte'.
Jika 'Fior Di Latte' dibuat layaknya synth pop yang lamban tapi menggoda perlahan-lahan, 'Single 'J-Boy' mempesona tanpa malu-malu dan mewah dengan aksi 'kamikazes in a hopeless word'.
Meski aransemen dibuat lebih ringan, dan synth mendominasi daripada gitar, musik mereka tetap kompleks dan produksi dibuat begitu terperinci (misal 'Goodbye Soleil').
Salah satu favorit saya adalah 'Lovelife', disco Italia yang wajib masuk list soundtrack film Sofia Coppola selanjutnya, sutradara film 'Lost In Translation', sekaligus istri dari Thomas Mars.
Meski selama ini dikenal sebagai band asal Prancis yang bernyanyi sebagian besar dalam bahasa Inggris, dicampur Prancis (dan sekarang sedikit Italia), lirik mereka sesungguhnya sulit diinterpretasikan.
Phoenix sengaja menulis begitu, seakan menciptakan kosa kata yang hanya dimengerti oleh mereka. Bahkan ketika Anda tidak bisa mengatakan apa yang Mars sesungguhnya nyanyikan dalam 'Telefono' dan sebagian besar lagu, musik Phoenix tetap memancarkan pesonanya yang universal.
Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Social Media & Content Strategist. Selain aktif sebagai penulis lepas, ia juga pernah menjadi Music Publicist di salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia. (dar/dar)