'Blonde' Frank Ocean: Eksperimen Musik yang Filosofis

'Blonde' Frank Ocean: Eksperimen Musik yang Filosofis

Rendy Tsu - detikHot
Selasa, 11 Okt 2016 11:15 WIB
Foto: boysdontcry
Jakarta - Sebagai penyanyi dan penulis lagu, tak ada yang bisa menebak isi kepala Frank Ocean. Tidak ada lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Frank yang tampak sederhana. Meski tanpa irama atau minim instrumen di tangan Frank semua lagu terdengar begitu istimewa.

Setelah 'Channel Orange' (2013), album keduanya 'Blonde' kembali mengejutkan. Gabungan lo-fi dan anekdot tersembunyi, narasi dari lagu-lagu Frank Ocean memang sulit untuk dipahami. Banyak lagu bergerak dari kehidupan cinta, refleksi patah hati hingga media sosial, bertanya-tanya tentang banyaknya pilihan hidup yang ada.

Tapi, seperti yang telah disinggung di awal, tidak ada yang tahu persis. Kenapa lagu 'Nikes' yang berisikan suara berkabut dan sound memusingkan dipilih menjadi single utama yang dirilis dari album ini? Atau, kenapa 'Seigfried' diberi judul 'Seigfried'? Yang jelas, Frank Ocean sejak awal menolak pengkotakan genre dan intrumentasi. Ia melepas diri dari batas-batas konvensional. Tidak heran, beberapa lagu terdengar sangat filosofis. Inilah kelebihan Frank Ocean yang tidak dimiliki oleh kebanyakan penyanyi R&B saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kehadiran Andre 3000 dapat didengar melalui track berjudul 'Solo (Reprise)'. Nama-nama populer lainnya seperti Beyonce, Kendrick Lamar, James Blake kabarnya ikut terlibat dalam album ini, tapi berbeda dengan Andre, kehadiran mereka tidak menonjol. Ia bahkan menerangkan bahwa 'Blonde' sedikit-banyak dipengaruhi oleh legenda The Beach Boys, The Beatles atau David Bowie yang sarat dengan eksperimen sound fiksi.

Frank mengutip lirik dan mood dari dari 'A Fond Farewell' milik Elliot Smith dan 'Here, There, and Everywhere'-nya The Beatles dalam lagu 'Seighfried' dan 'White Ferrari'. Dari segi musikalitas, album ini layak disebut proyek eksperimen yang berhasil. Frank sering tidak menggunakan beat sama ('Skyline To' atau 'Self Control'), tapi tetap beritme.

'Futura Free', track penutup 9 menit dibagi menjadi dua dengan interlude tanpa suara. Ia banyak melantur tentang ketenaran, agama dan seksualitas di bagian pertama. Sedangkan bagian kedua diisi dengan rekaman interview Ryan Breaux, adik Frank. Anda mungkin bertanya-tanya maksudnya.

Setelah mendengar album ini berulang-ulang, saya hampir lupa dengan esensi sebenarnya dari mendengar musik, yaitu menikmatinya. "Take it easy'", mengutip Beyonce dari balik backing vocal pada outro 'White + Pink'. Saya mencoba menikmatinya kembali, satu demi satu, tanpa berusaha memikirkan apa makna di baliknya.

Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Social Media & Content Strategist. Selain aktif sebagai penulis lepas, ia juga pernah menjadi Music Publicist di salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia.

(mmu/mmu)

Hide Ads