'Ice on The Dune' Empire of The Sun: Ekspansi yang Kurang Berani

'Ice on The Dune' Empire of The Sun: Ekspansi yang Kurang Berani

- detikHot
Rabu, 28 Agu 2013 13:08 WIB
Jakarta - Begitu menyebut nama Empire of The Sun, sering orang salah mengartikannya dengan maksud lain. Tentu saja di sini kita tidak bicara tentang novel fiksi karya J.G. Ballard atau film Steven Spielberg. Empire of The Sun adalah nama panggung dari duo elektronik asal Australia; Luke Steele, frontliner alt-rock The Sleepy Jackson bersama dengan Nick Littlemore dari Pnau.

Mereka adalah duo elektonik eksentrik paling menarik yang pernah saya tahu. Dandanan mereka seperti "percampuran suku Maya pada era postmodern dalam warna-warni mencolok". Namun, di balik dandanan nyentrik, simbol-simbol aneh, serta pemikiran apokalips yang rumit, mereka sesungguhnya melahirkan musik elektronic-pop yang unik dan tidak sulit untuk dicerna.

Empire of The Sun seketika merebut hati para penggemar setelah peluncuran single debut 'Walking on A Dream' dan 'We Are The People'. Popularitas mereka juga ikut melejit seiring dengan meledaknya album 'Walking on A Dream' (2008), yang bahkan mendapatkan 11 nominasi di ARIA Music Awards 2009, termasuk kategori album terbaik di Negara Kangguru. Album 'Walking On A Dream' juga berhasil menancapkan tonggak kerajaan matahari, dan kini mereka mantap untuk melakukan ekspansi dengan karya terbarunya, 'Ice on The Dune'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkenalan yang singkat dari 'Lux' membuka album 'Ice on The Dune'. Mirip sebuah scoring dari film science-fantasy yang menggabungkan negeri Firaun dan dunia luar angkasa jadi satu. Tapi, begitu mendengar track kedua, 'DNA', barulah kita menyadari bahwa mereka tetaplah Empire of The Sun yang selama ini dikenal, yang dielu-elukan karena electronik populernya yang intens. Suara gitar masih terdengar di intro, walaupun lama-lama tertutup oleh suara synthesizer yang menggila.

Lead single 'Alive' punya sihir yang seakan menghipnotis setiap orang yang mendengarnya. Dua track selanjutnya, 'Concert Pitch' dan lagu yang menjadi judul album, 'Ice on The Dune', punya formula yang serupa dengan 'Alive'. Lalu, simaklah 'Awakening' yang punya bagian pre-chorus seperti candu. Give it up and I don’t know why / You are never rising / I just wanted you / Will I show you a part is over me? / You’re my life / You’re my life / You’re my life.

Atau, 'I’ll be around', sebuah lagu yang membuat Nick menangis. Auto-tune robot yang sedikit berlebih menandai track berjudul 'Celebrate'. Dan, selama hampir 4 menit, Anda juga akan disuguhi pameran kepiawaian dari si jenius Nick Littlemore dalam bermain synthesizer lewat track instrumental berjudul 'Old Flavours'. Namun, yang paling menarik malah dijadikan penutup album; sebuah lagu mid-tempo berjudul 'Keep A Watch' akan menjadi penghibur di tengah kumpulan gempuran lagu dansa yang begitu-begitu saja.

Jika Anda membandingkan dengan album sebelumnya, 'Ice on The Dune' memiliki lebih banyak wave yang memenuhi ruang kosong di setiap lagu. Lebih ramai, lebih penuh, lebih padat. Konsistensi musik Empire of The Sun di album ini juga patut diacungi jempol. Di lain sisi, saya yakin para penggemar mengharapkan sesuatu yang berbeda. Tidak lagi synthpop yang serupa, tidak lagi tempo atau loop-loop yang monoton, tidak lagi nuansa yang seragam di setiap lagu. Album ini tidak buruk, namun dari segi eksperimental di setiap lagu, album pertama tetap lebih berani.

Rendy Tsu (@rendytsu) music director, album reviewer dan music editor.



(mmu/mmu)

Hide Ads