Kasus royalti musik sejak lama masih menjadi keresahan banyak komposer dan musisi Tanah Air. Bahkan hingga saat ini masih banyak kasus yang didasari oleh hal ini.
Sekumpulan para komposer Tanah Air sudah bergabung dan membentuk organisasi disebut AKSI atau Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia. Asosiasi ini diisi oleh para komposer terkenal seperti Piyu Padi, Rieka Roslan, Anji, Badai, Abdul and the Coffee Theory, Ari Bias, Posan Tobing dan masih banyak lagi.
Dalam hal ini Piyu cs sempat bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI Purn H Moeldoko. Mereka membahas perihal tidak adanya transparansi dari LMKN terkait royalti atas lagu ciptaannya.
Moeldoko pun telah mengetahui permasalahan yang kerap menyelimuti para pencipta lagu ini. Ia berniat membantu menyelesaikan masalah dengan membuka audiensi bersama LMKN dan Kemenkumham.
"Hasil dari pembicaraan kami di ruangan dan saya selaku Kepala Staf Presiden yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan fungsi strategis dan ini merupakan isu yang harus kita respons. Maka langkah-langkah berikutnya adalah saya akan mengundang semua pihak baik dari LMKN maupun di Kemenkumham untuk membicarakan masalah ini agar ada solusi," ujar Moeldoko di Kantor Staf Presiden di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (28/12/2023).
Pada kesempatan yang sama, Piyu juga menegaskan sudah sempat membahas soal transparansi ini ke LMKN namun tak berujung baik. AKSI kemudian melayangkan somasi sebanyak dua kali pada 2023.
Dari hasil somasi itu, disebut Piyu, LMKN tak bisa melakukan transparansi karena bukan ranah mereka.
"Kami sudah cukup capek dan lelah untuk menanti bentuk transparansi LMKN. Kami menginginkan sebuah transparansi. Kami sudah melakukan somasi dua kali, yang kami harapkan hanya transparansi saja," ujar Piyu Padi.
"Ternyata jawaban dari lembaga tersebut sangat mengecewakan untuk kami. Ternyata mereka tidak punya hak untuk memberikan laporan keuangan kepada kami," lanjutnya.
Berkaitan dengan hal ini para komposer juga sempat melarang lagunya dinyanyikan dengan maksud komersil. Momen tersebut belum lama ini jadi perbincangan publik. Sebab, para komposer ini seakan tak henti meraih haknya.
Bisa dibilang kasus ini berawal dari pentolan Dewa 19, Ahmad Dhani yang ramai menggaungkan direct licence sepanjang 2023. Ia melarang mantan vokalisnya, Once, menyanyikan lagu-lagu Dewa 19.
Tentunya larangan itu saat Once manggung tanpa Dewa 19. Ahmad Dhani mengklaim bahwa Once tak pernah bayar royalti jika menyanyikan lagu-lagu yang ia ciptakan.
Keduanya sempat membahas hal ini bersama. Ahmad Dhani dan Once pun menegaskan bahwa hubungan mereka baik-baik saja, namun tidak dengan urusan lagu dan royalti.
Lanjut, ada juga Posan Tobing yang merupakan mantan drummer Kotak dan ikut menggaungkan direct licence. Ia melarang Kotak membawakan beberapa lagu ciptaannya dan yang diciptakan bersama. Kasus ini masih berkelit bahkan Posan sudah melaporkan ke Polda Metro Jaya.
Kotak pun sempat menanggapi hal ini. Mereka mengklaim sudah tak pernah lagi membawakan lagu ciptaan Posan Tobing. Namun mereka masih menyanyikan lagu yang diciptakan bersama Posan dengan alasan milik bersama.
Lalu ada juga Ari Bias salah satu komposer Tanah Air yang beberapa lagunya sempat dipopulerkan oleh Agnez Mo. Ia mengaku memiliki lima lagu yang ngehits seiring dengan meroketnya karir Agnez Mo.
Namun kini ia melarang Agnez Mo membawakan lagu ciptaannya. Ari Bias mengaku sudah menyampaikan hal ini kepada pihak manajemen Agnez Mo sejak Juli 2023. Sayangnya, ia tak pernah mendapat respons yang baik.
Yang terbaru ada Ndhank Surahman Hartono yang melarang Andre Taulany dan Stinky menyanyikan lagu ciptaannya, Mungkinkah.
Pelarangan ini dilakukan Ndhank pada unggahannya di media sosial sejak 30 Desember 2023. Kala itu Ndhank membuat publik hingga Stinky membahas soal pelarangan tersebut.
Simak Video "Video: Keresahan Rayen Pono Terhadap AKSI"
(pig/dar)