Musik kini dianggap bukan sekadar untuk dinikmati. Tapi, keharmonisan nada dan suara itu dinilai bisa menanamkan Pancasila.
Hal itu dibahas dalam acara Bedah Musik Kebangsaan yang kembali digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Kali ini, acara tersebut bertajuk Sosialisasi Nilai-Nilai Pancasila Lewat Musik.
Bedah Musik Kebangsaan kembali diadakan dengan maksud untuk melakukan sosialisasi lebih dalam lagi tentang nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak muda yang mungkin sudah mulai melupakan esensi dari dasar negara Indonesia tersebut melalui musik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kaum milenial yang mungkin sudah tidak lagi relevan dengan cara-cara lama dalam mengenal Pancasila melalui doktrin seperti hapalan dan pelajaran konstitusi ini, memang membutuhkan cara-cara baru agar mereka bisa tertarik mempelajari Pancasila.
Sama seperti instruksi yang diberikan Presiden Jokowi untuk bisa melakukan sosialisasi Pancasila bagi para pemuda dengan menyajikannya dalam bentuk yang menarik, seperti kuliner, film, kesenian, musik, dan yang lainnya.
"Misalnya kita mau menanamkan nilai-nilai Pancasila, kita kenalkan ke mereka dengan musik seperti lagu Bangun Pemudi Pemuda. Ini kita sampaikan dengan musik tidak lagi seperti penataran," ujar Prakoso selaku Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia juga ikut memberikan contoh lain, seperti memperkenalkan kebesaran Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia melalui lagu 'Dari Sabang Sampai Merauke' kepada para milenials.
Sementara, Wakil Kepala BPIP Prof. Hariyono juga telah ikut menerangkan bahwa musik adalah identitas bangsa yang sangat penting. Sehingga pada masa lalu para pejuang seperti Ki Hajar Dewantoro memikirkan kapan bangsa Indonesia memiliki lagu kebangsaan.
"Inilah yang dipikirkan Ki Hajar Dewantara pada 1918 ditanggapi oleh WR Supratman pada 1924 dan mulai mengaransemen lagu Indonesia Raya," tutur Hariyono.
![]() |
Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara (USU) Rithaony Hutajulu ikut mengutarakan bahwa semua negara menggunakan musik sebagai cara membangun nasionalisme dan tak ada satu pun negara yang tidak memiliki lagu kebangsaan.
"Dalam konteks Indonesia, bahwa di tahun 1920-an sudah terbentuk nasionalisme dari berbagai rasa persamaan senasib dan sebangsa. Jadi, muncullah karya-karya lagu yang menggetarkan dan menggugah persatuan Indonesia," kata Ritha.
Rektor USU DR Muryanto Amin pun mengatakan, Bedah Musik Kebangsaan yang digagas oleh BPIP ini merupakan suatu terobosan yang sangat baik dalam melihat nilai-nilai Pancasila. Karena, tidak ada orang di muka bumi ini yang tidak suka musik.
"Sehingga melalui musik penanaman dan sosialisasi nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah tersampaikan ke kaum milenial," pungkasnya.