Presiden RI Joko Widodo baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Sesaat setelah PP itu diteken, pro dan kontra pun menyeruak di masyarakat.
Mayoritas musikus setuju karena menganggap PP No. 56 Tahun 2021 itu dapat menjadi landasan hukum yang mumpuni untuk melindungi hak mereka. Akan tetapi, beberapa masyarakat ada pula yang menunjukkan keberatannya.
Menurut musisi dan penulis lagu, Pongki Barata, pro dan kontra yang terjadi di masyarakat seharusnya tidak perlu ada. Sebab, penarikan royalti di beberapa tempat yang memiliki tujuan komersil sebenarnya telah berlangsung sejak lama.
Dirinya pribadi mengaku setuju dan menyambut baik terbitnya PP No. 56 Tahun 2021 tersebut.
"Saya mendukung sekali, PP 56 Tahun 2021 karena ini adalah cara pemerintah untuk membantu para seniman terutama pencipta lagu ketika karyanya, karya ciptanya, digunakan di tempat umum," ujar Pongki melalui pesan suara pada detikcom, Jumat (9/4/2021).
Pongki Barata melanjutkan, "Kontroversi atau tidak, sudah biasa ya bukan hal baru. Tentunya yang mendukung akan mendapat manfaat, yang tidak mendukung tidak mendapat manfaat. Kalau menurut saya, sesederhana itu."
Sebagai musisi dan pencipta lagu, Pongki Barata mengaku telah merasakan manfaat dari adanya royalti yang dibayarkan oleh sejumlah kegiatan di tempat umum, misalnya hotel ataupun kafe.
Oleh karena, baginya, adalah terlambat bila pemutaran lagu di tempat umum masih diperdebatkan hingga kini. Sebab hal itu telah berjalan sejak lama, dengan atau tanpa adanya aturan yang baru ditandatangani.
Pongki menganggap adanya PP No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik adalah sebuah penegasan dan landasan hukum resmi, sekaligus menjadi angin segar akan adanya perbaikan dari apa yang telah berjalan selama ini.
"Jangan lupa bahwa ini sudah berjalan, bukannya baru akan dilaksanakan, sudah berjalan selama 20 tahunan kurang lebih dan saya sudah merasakannya, jadi saya rasa ini bukan sesuatu yang harus diperdebatkan lagi," jelasnya.
"Kalau untuk penagihan kafe dan juga hotel sebenarnya itu sudah berjalan sejak puluhan tahun lalu, diperjuangkan oleh senior-senior kita. Jadi kalau untuk angle itu sebenarnya percuma kalo mau dikontroversikan lagi," tambah Pongki.
Sebelumnya, pemungutan dan pembayaran royalti baru diatur oleh Peraturan Menteri serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Aturan itu yang menjadi landasan dari pengangkatan komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), pendirian Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), dan besaran tarif royalti.
Dalam aturan terbaru, dijelaskan ada beberapa jenis tempat dan kegiatan yang mengharuskan pembayaran royalti terhadap lagu yang diputar di dalamnya.
Aktivitas tersebut antara lain, seminar dan konferensi komersil, konser musik, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek, pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut, pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi dan radio, hotel, dan karaoke.
Simak Video "Tanggapan LMKN soal Musisi Tuntut Aturan PP 56 soal Royalti Dibatalkan"
[Gambas:Video 20detik]
(srs/aay)