Lomba Sihir Tulis Surat Cinta untuk Jakarta di Debut Album

Lomba Sihir Tulis Surat Cinta untuk Jakarta di Debut Album

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Kamis, 25 Mar 2021 20:26 WIB
Suneater
Foto: dok. Suneater/ Lomba Sihir
Jakarta -

Lomba Sihir pada mulanya adalah band pengiring dari Baskara Putra atau Hindia. Seiring berjalannya waktu, mereka membentuk unit musik sendiri dengan Natasha Udu (vokal), Baskara Putra (vokal), Rayhan Noor (gitar/vokal), Wishnu Ikhsantama (bass, vokal), Tristan Juliano (kibor, vokal), dan Enrico Octaviano (drum) sebagai personelnya.

Setelah mengeluarkan dua single, yakni Hati dan Paru-Paru serta Apa Ada Asmara, Lomba Sihir akhirnya mengeluarkan debut album mereka yang berjudul Selamat Datang di Ujung Dunia.

Ada 12 lagu dari album tersebut, yakni Selamat Datang, Hati dan Paru-Paru, Cameo, Apa Ada Asmara, Jalan Tikus, Ya Mau Gimana?, Mungkin Takut Perubahan, Semua Orang Pernah Sakit Hati, Polusi Cahaya, Seragam Ketat, Nirrrlaba, dan ditutup dengan Tidak Ada Salju di Sini pt. 6 (Selamat Jalan) yang menampilkan Petra Sihombing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut para personel Lomba Sihir, ke-12 lagu yang tertuang dalam album tersebut merupakan cerminan kehidupan sehari-hari di sekitar mereka. Meski tidak dapat menggambarkan keadaan Jakarta secara keseluruhan, tapi mereka menyebut album perdana mereka sebagai surat cinta yang mereka tulis untuk Ibu Kota Indonesia tersebut.

"Kenapa kisah-kisahnya yang ada di Jakarta, mungkin karena kami tinggal di sini. Bisanya nulis tentang Jakarta doang sih, kalau nulisnya tentang Melbourne kan jadi bohong, karena kami nggak ada yang tinggal di sana. Kami treatment album ini ingin kayak photograph sih, jadi 10 tahun lalu, kami dengerin lagi, ya ini potret kami," ujar Baskara dalam konferensi pers dan sesi dengan virtual yang berlangsung pada Kamis (25/3/2021).

ADVERTISEMENT
Lomba SihirLomba Sihir. Foto: dok. Suneater/ Lomba Sihir

Menurut Baskara Putra, meskipun menganggap Selamat Datang di Ujung Dunia sebagai surat cinta untuk Jakarta, tapi kota tempat tinggalnya itu tidak selalu digambarkan menawan. Ada pula keburukan kota yang ia tampilkan dalam lagu-lagu di album tersebut.

Contohnya Lomba Sihir membicarakan tentang kebohongan yang mau tidak mau harus diutarakan demi cari aman dalam Jalan Tikus, budaya menyebarkan kabar kabur atau gosip dalam Cameo, atau kritik untuk dunia pendidikan dalam Seragam Ketat.

"Gue selalu bilang ini adalah surat cinta untuk Jakarta, jadi kami kan nggak bisa mencintai Jakarta tanpa meng-actknowledge kekurangannya juga," terang Baskara.

Nyaris seluruh personel di Lomba Sihir memiliki proyek musiknya masing-masing. Pada saat membentuk Lomba Sihir, mereka sepakat untuk tidak membaurkan warna musik yang telah mereka miliki dalam satu warna. Mereka justru memilih mempertemukan berbagai warna yang mereka punya dalam proyek tersebut, sehingga hasilnya dari nomor pertama hingga akhir ada beragam nuansa yang ditawarkan.

"Kami bikin band nggak pernah berencana merencanakan menyatukan enam kepala, kami jadi kayak melting pot saja, kayak Rayhan mau bikin lagu gimana, Udu mau bikin lagu kayak gimana, ya sudah ini jadi kayak melting pot saja," jelas Rayhan Noor.




(srs/mau)

Hide Ads