Instrumen yang mereka pilih dalam aransemen lagu, kerap kali terlalu rumit untuk dibawakan ketika manggung. Berangkat dari situ, Sajama Cut berupaya membuat album yang semua lagunya dapat dibawakan di panggung.
"Lagu-lagunya ada dari 2015, tapi kami baru benar-benar produksi 2017. Di situ gue ngerasa terpanggil lah sama musik-musik yang sederhana untuk dibawakan ataupun untuk diaransemen. Seperti musik-musik yang gue dengerin waktu remaja, musik-musik indie rock lah. Jadi kami bawa lagu-lagu yang seru dibawain di panggung," ujar vokalis Marcel Thee dalam konferensi pers virtual, baru-baru ini.
"Sebelumnya, Sajama Cut selalu ada dua atau tiga lagu yang nggak bisa dibawain live (album sebelumnya) karena digubah di studio. Kalau yang sekarang kami ingin, 'Oke kami bisa semua bawain live'," jelas Marcel Thee lagi.
Secara lirik, Sajama Cut memilih menulis menggunakan bahasa Indonesia dengan kata-kata yang mereka anggap gamblang.
"Liriknya cukup gampang, kami nggak bikin sesuatu yang absurd. Itu benar-benar harfiah apa adanya. Gimana lo bisa menyampaikan sesuatu yang sulut dengan mudah. Menurut gue harfiah," kata Marcel Thee.
Sajama Cut mencontohkan, Adegan Ranjang 1981 <3 1982 adalah lagu yang menggambarkan hubungan intim sepasang suami istri.
Baca juga: Sajama Cut Rilis Ulang 2 Album Pertama |
"Adegan Ranjang itu lagu cinta aja, gue berusaha membuat lagu cinta segamblang mungkin. Gue berusaha menggambarkan kompleksitas cinta sih. Itu lagu cinta untuk istri gue, kompleksnya hubungan suami-istri," cerita Marcel.
Selain itu ada pula Rachmaninoff dan Semangkuk Mawar Hidangan Malam merupakan cerita kehidupan Hans Citra Patria sebagai pekerja kantoran.
Sedangkan nama Rachmaninoff dalam judul diambil dari nama Sergeu Rachmaninoff, seorang musisi dan komposer asal Rusia.
"Karena riffs-nya dibuat sama kibordis kami, akhirnya judulnya Rachmaninoff karena Rachmaninoff kan maestro piano," ujar Marcel.
(srs/tia)