Ini Alasan Konser Musik Pilkada Sebaiknya Dilarang

Ini Alasan Konser Musik Pilkada Sebaiknya Dilarang

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Selasa, 22 Sep 2020 07:50 WIB
Ilustrasi Penonton Konser Musik di Konser The Chainsmokers di Jakarta.
Konser musik Pilkada menimbulkan reaksi keras. Foto: Hanif Hawari
Jakarta -

Presiden Joko Widodo, telah menegaskan tahapan pelaksanaan pilkada serentak di 270 daerah tidak akan ditunda meskipun pandemi virus COVID-19 masih berlangsung di Indonesia.

Hal itu disampaikan juru bicara kepresidenan Fadjroel Rachman lewat siaran pers, Senin (21/9/2020). Artinya, Indonesia tetap akan mengadakan pilkada serentak pada 9 Desember 2020.

Belakangan, beredar aturan yang seakan memberikan lampu hijau atas diperbolehkannya konser musik berlangsung dalam rangka kampanye bakal calon kepala daerah menjelang pilkada 2020.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Izin tersebut diatur dalam pasal 63 ayat (1) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pilkada di Tengah Bencana Non Alam Virus Corona, yang ditandatangani oleh Ketua KPU Arief Budiman pada 31 Agustus 2020.

ADVERTISEMENT

Aturan tersebut tidak hanya menjadi sorotan, namun juga melahirkan protes dari kalangan musikus dan praktisi musik. Bahkan muncul petisi yang menyatakan penolakan terhadap adanya konser musik secara langsung menjelang Pilkada.

Menurut pengamat musik, Wendi Putranto, dalam diskusi virtual Tantangan Industri Musik di Masa Pandemi, Senin (21/9), adanya konser menjelang pemilu berpotensi memperparah penyebaran virus COVID-19. Terlebih apabila konser tersebut dilakukan di berbagai daerah.

"Jelas-jelas tertulis konsernya akan digelar dengan penonton itu maksimal 100 orang, 100 orang itu apakah itu bukan kerumunan?" ungkap dia.

"Mereka akan membuat super spreader. Ini akan terjadi di beberapa daerah, itu akan terjadi penularan baru, apa nggak akan menjadi klaster yang besar?" sambungnya lagi.

Lebih jauh Wendi Putranto menambahkan peran musik dalam pemilu sebenarnya hanyalah sebagai sarana pengumpul masa. Apabila bakal calon telah dikenal dengan kuat di daerahnya, seharusnya konser musik yang dapat menimbulkan potensi kerumunan tidak perlu dilangsungkan.

"Musik itu (dalam pemilu) perannya sebagai vote gathers saja, jadi pengumpulan massa akan lebih efektif kalau menggunakan musik," jelasnya.

"Terus terang pilkadanya sendiri saja ada potensi buat terjadi penularan, tanpa konser musik aja bisa terjadi kerumunan, harusnya malah (Pilkada) dikaji juga apakah harus ditunda?" tutur dia.

Dalam kesimpulan rapat kerja dengar pendapat antara Komisi III DPR RI dengan Menteri dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu, aturan mengenai diperbolehkannya konser langsung telah direvisi.

Pada nomor dua poin a dan b disebutkan adanya pelarangan pertemuan massa dalam jumlah banyak, misalnya rapat umum, konser dan arak-arakan. Edaran itu juga mendorong terjadinya kampanye melalui daring.




(srs/wes)

Hide Ads