"Yang lalu-lalu biarkan saja, yang luka-luka relakan saja," pesan itu diungkapkan oleh Didi Kempot dalam panggungnya di sebuah festival musik yang digelar di Kemayoran, Jakarta Pusat pada Oktober 2019 lalu.
Setelah memberikan pesan itu, pria bernama asli Dionisius Prasetyo itu melantunkan lagu 'Cidro' yang mengisahkan tentang sakitnya cinta yang dikhianati.
Di atas panggungnya, Didi Kempot selalu berpesan bahwa patah hati bukan hanya untuk ditangisi, tapi juga untuk dirayakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didi Kempot paham betul, meski setiap orang memiliki bentuk kesedihan yang berbeda-beda, namun patah hati adalah perasaan kolektif yang pernah dirasakan oleh banyak orang.
Maka di atas panggungnya, ia mengajak para penggemarnya untuk berdamai dengan perasaannya dan merayakannya dengan segenap lantunan tembang dan joget yang khas.
Warisan Didi Kempot yang terbesar bagi penggemarnya rasanya bukan hanya berupa lagu-lagunya, ia juga membuat menangis menjadi hal yang lumrah, bukan lagi hal yang memalukan.
Menangis pada akhirnya tidak lagu menjadi hal yang harus ditutup-tutupi. Lihat saja bagaimana para penggemarnya tanpa malu-malu bersama-sama menangisi kisah cintanya ketika menonton Didi Kempot tampil.
Pria kelahiran 31 Desember 1966 itu juga membuat kita sadar bahwa musik adalah bahasa yang universal dan dapat diakses oleh siapapun tanpa terkecuali. Lewat lagunya, ia berhasil menghapus perbedaan budaya, bahasa, hingga kelas sosial di antara para penontonnya.
Sebelum tenarnya Didi Kempot, mungkin tidak pernah terbayang akan adanya konser musik Campursari yang berlangsung di salah satu tempat gaul kenamaan di SCBD, Jakarta Selatan.
Didi Kempot dengan ciri khasnya bukan hanya mampu menembus sekat-sekat itu, tapi juga berhasil mengumpulkan massa anak muda berkumpul di bawah tenda kondangan sebuah kantor partai hanya karena ingin menonton dirinya manggung di Cikini, Jakarta Pusat pada 2019 lalu.
Baca juga: Didi Kempot Bukan Nama Asli, Ini Sejarahnya |
Lagu-lagunya memang berbahasa Jawa, namun ada banyak orang yang bukan orang Jawa sekalipun yang ikut bernyanyi ketika ia tampil di atas panggung.
"Sudah beberapa kali juga saya show di luar negeri, baik di Eropa maupun South America sana. Ternyata, lagu apa pun, kalau kita serius di situ, sangat bisa diterima. Contohnya kita di sini kadang dengar lagu-lagu Mandarin, Korea (Selatan), Barat, walaupun tidak tahu artinya pasti juga senang," ungkapnya dalam wawancara pada 2019 lalu.
Didi Kempot mengawali kariernya di era 1980-an dengan merantau ke Jakarta sebagai pengamen. Dari kegiatannya mengamen itulah nama panggung Didi Kempot ia dapatkan.
Kempot merupakan singkatan dari Kelompok Penyanyi Trotoar, sedangkan Didi telah menjadi nama panggilannya sejak lama. Ketika mengamen, ia banyak menciptakan lagu.
Lagu-lagu itu direkam dalam kaset dan ia sebarkan ke label-label rekaman. Gayung pun bersambut, label rekaman Musica melirik dirinya kala itu untuk mengedarkan debutnya.
Pada era 1990-an, Didi Kempot dikejutkan dengan fakta rupanya ia dikenal di Belanda dan Suriname. Jadilah ia tampil di Belanda pada 1993. Ia kaget ternyata banyak penonton yang hafal dengan lagu 'Cidro'.
![]() |
Di 1996, Didi Kempot kembali ke Negeri Kincir Angin itu lalu melanjutkan perjalanan bermusik ke Suriname dan menggelar konser di sana.
Sebelum periode 'sobat ambyar', Didi Kempot pernah juga dikenal dengan lagu Cucok Rowo yang jenaka. Lagu itu begitu terkenal di masanya.
Akan tetapi, puncak kariernya justru berlangsung di penghujung hidupnya. Saat itu, lagu-lagu sedih tengah popular, banyak yang mengasosiasikan lagu-lagu milik musisi luar negeri adalah lagu milik meraka yang patah hati atau disebut sad boys.
Seorang penulis kolom menuliskan dalam sebuah media alternatif bahwa sebenarnya, Indonesia juga memiliki musisi yang lagunya merangkum banyak perasaan patah hati, yaitu Didi Kempot.
Perlahan tapi pasti, Didi Kempot mulai dikenal anak muda, tidak hanya dikenal, kehadirannya bahkan digandrungi. Mereka menganggap lagu-lagu miliknya mampu mewakili luapan emosi dan rasa patah hati mereka.
Tidak hanya di panggung, sejumlah penggalan lirik juga Didi Kempot juga dikutip sebagai penggambaran rasa sakit hati pada negara pada demonstrasi mahasiswa menolak revisi KUHP dan UU KPK pada September 2019 lalu.
Presiden Joko Widodo bahkan sempat mengapresiasi kehadiran sosok Didi Kempot. Sebuah video yang mempertunjukkan Jokowi menikmati dan mendendangkan lagu 'Sewu Kuto' bahkan sempat viral di dunia maya pada Agustus 2019.
Kini sosok The Godfather of Broken Heart alias Bapak Patah Hati itu telah berpulang ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa. Ia meninggal dunia pada Selasa, 5 Mei 2020 pukul 07.45 WIB di RS Kasih Ibu, Solo, Jawa Tengah.
Kepergiannya tentunya membuat banyak penggemarnya patah hati. Namun, berisitirahatlah dengan tenang, Didi Kempot. Kita semua akan rindu mendendangkan rasa murung kita dan kembali ke rumah dengan senyum lega usai konsermu.
(srs/dar)