Jakarta -
Sekumpulan perempuan penyintas tragedi 1965 berkumpul membentuk paduan suara yang dinamakan
Dialita (singkatan dari Di Atas Lima Puluh Tahun).
Paduan suara Dialita dari panggung ke panggung menyanyikan lagu-lagu sebagian ditulis mereka di balik jeruji besi. Mereka menjadikan lagu sebagai pengobar semangat dan penyambung asa.
Mereka tampil di panggung Lily Pad gelaran hari kedua Joyland Festival 2019 yang berlangsung pada Minggu (8/12/2018) di Lapangan Panahan, Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat. Mereka naik panggung pada pukul 15.15 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
'Salam Harapan' dan 'Ujian' menjadi dua lagu pembuka yang dibawakan oleh mereka.
Cerita yang ada di balik lagu-lagu Dualita tentunya menjadi pengalaman yang penting dan telah sepatutnya dibagikan kepada para penonton.
Sore itu, mereka pun mengajak penonton menyelami pengalaman mereka sebagai penyintas dengan bercerita.
"Lagu itu ditulis tentang masa kelam tapi masa kelam itu telah mengubah kami menjadi masa yang lebih baik," kata salah satu personel.
'Lagu Untuk Anakku', 'Di Kaki Tangkuban Perahu', dan 'Tani Menggugah Hati' pun dinyanyikan setelahnya. Tiap lagu memiliki maknanya tersendiri.
Misalnya lagu 'Di Kaki Tangkuban Perahu' yang berkisah mengenai kisah petani di kaki Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat yang pada masa 1960-an kerap melakukan aksi protes demi mengubah nasib mereka.
Ada pula lagu 'Tani Menggugah Hati' yang ditulis oleh salah satu penyintas personel Dialita di Penjara Plantungan, Jawa Tengah. Lagu tersebut berkisah mengenai bagaimana berkebun dapat menjadi penghibur mereka saat berada di dalam tahanan.
Lirik-lirik dari lagu Dialita sebenarnya ditulis dengan bahasa sederhana. Namun karena kesederhanaan itulah yang menjadi kekuatan dari lagu-lagunya dan membuat kisah di belakangnya mudah dimengerti pendengarnya.
Lagu 'Viva Ganefo' pun menjadi lagu terakhir yang dipilih mereka sebagai lagu penutup. Dialita mengisahkan lagu itu memiliki keterikatan sejarah secara tidak langsung dengan tempat Joyland berlangsung.
Sebab lagu itu merupakan lagu yang dibuat untuk pekan olahraga Ganefo yang berlangsung di Gelora Bung Karno pada 1962.
Ganefo digagas sebagai tandingan dari Olimpiade. Diperuntukkan bagi negara-negara berkembang sebagai kritik karena Indonesia pernah di skorsing dalam Olimpiade pada masa itu.
Lewat musik dan cara yang sederhana, Dualita mengajarkan bahwa sejarah tidak melulu mengenai wacana dan peristiwa besar.
Sejarah juga dapat diteropong dan dituturkan melalui pengalaman keseharian perempuan yang menjadi penyintas dari sejarah tersebut.
Halaman Selanjutnya
Halaman