Jakarta -
Dalam kalangan pekerja, serikat bukanlah hal yang asing. Biasanya, serikat merupakan perkumpulan atau organisasi antar pekerja yang memiliki kesamaan.
Pendirian serikat biasanya dimaksudkan untuk melindungi atau memperbaiki status ekonomi atau sosial para anggotanya.
Sebagai sebuah bidang, dunia musik tentunya tidak lepas dari segala permasalahan, mulai dari royalti, ketidakjelasan kontrak, pembatalan konser tiba-tiba, hingga ketidakadaan besaran honorarium minimum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berangkat dari hal itu, muncul pertanyaan, perlukah musisi berserikat? Hal tersebut turut menjadi pembahasan dalam Konferensi Musik Indonesia (KAMI) 2019.
Dalam membuat serikat yang diperuntukkan bagi musisi sebagai anggotanya, sebenarnya muncul pertanyaan baru, apakah musisi yang tidak bekerja dalam ranah formal membutuhkan serikat?
Menurut Kadri Mohamad dari Persatuan Artis, Penyanyi, Pemusik dan Pencipta Lagu Republik Indonesia, untuk membentuk satu serikat, minimal harus ada sepuluh anggota di awal.
Angka tersebut mungkin terkesan kecil, namun setelahnya ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan lanjutan ketika ingin membentuk sebuah serikat untuk musisi.
"Kalau kita bicara soal serikat pekerja, berarti kita bicara soal UU Ketenagakerjaan dan UU Serikat Pekerja. Kita harus samakan dulu, musisi masuk nggak dalam tenaga kerja?" ucap Kadri.
Ia menambahkan, "Syaratnya ada pekerjaan, ada bayaran dan ada instruksinya. Kemudian ada hubungan kerja, seharusnya ada kontrak."
Kadri menyayangkan, masih ada penyelenggara musik dan musisi yang tidak menyadari pentingnya kontrak kerja. Musisi memang dibayar dengan besaran honorarium yang disepakati, akan tetapi tidak diikuti dengan kejelasan kontrak hingga asuransi sebagai hak musisi sebagai pekerja.
"Kalau mau melegalisasi musisi sebagai tenaga kerja, maka harus dilihat, musisi apa kerjanya dan siapa pemberi kerja. Kalau sudah jadi pekerja, maka seluruh user yang menggunakan jasa musisi ini harus terikat kontrak, ada BPJS dan segala macam," jelas Kadri lagi.
Hal lain yang menjadikan sulitnya membentuk serikat musisi adalah keberadaan musisi yang beragam dan tidak semuanya mau digolongkan sebagai pekerja.
Selain itu, tidak semua pemberi kerja memiliki kemampuan yang memadai untuk memenuhi syarat yang diajukan apabila pemusik dihitung sebagai tenaga kerja sebagaimana yang ada di dalam undang-undang.
Musisi Candra Darusman yang juga bekerja di World Intellectual Property Organization mengungkapkan, "Di Indonesia sudah dilakukan upaya untuk serikat (musisi) dan kandas. Setiap kali kandas, muncul lagi upaya untuk membuat baru."
"Akhirnya pertanyaannya bukan lagi apakah kita (musisi) perlu serikat, tapi bagaimana caranya membuat serikat yang baik," sambungnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman