Jakarta -
Musisi Cholil Mahmud ikut turun ke jalan dalam aksi mahasiswa pada 24 September 2019. Ia pergi ke Gedung DPR/MPR bersama teman-temannya sesama personel Efek Rumah Kaca (ERK) dan Kios Ojo Keos.
Ia mengatakan, dirinya dan teman-teman di ERK memiliki kegelisahan yang sama mengenai revisi dan rancangan Undang-Undang yang memiliki potensi untuk merugikan rakyat.
"Kami turun ke jalan karena sesuai sama pesan yang diusung mahasiswa. Mahasiswa semua pesannya rata-rata sama, kalau pun ada yang beda, ya beda-beda tipislah," ujarnya melalui sambungan telepon kepada detikcom.
Ada sejumlah tuntutan yang diminta oleh para mahasiswa dan aktivis yang turun ke jalan. Di antaranya mengenai sejumlah Undang-Undang yang dianggap dapat mencederai kebebasan berpendapat dan memanjakan koruptor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Pesannya) tentang KUHP dan RUU-RUU lain yang benar-benar mencederai kepercayaan masyarakat tapi justru dikebut di masa-masa akhir periode (2014-2019)," tutur Cholil lagi.
Menurut Cholil, hampir semua permasalahan dalam Undang-Undang perlu untuk dibahas kembali sebab hal itu akan melibatkan hajat hidup orang banyak yang diatur di dalamnya.
"(UU) KPK juga sangat vital, kan sebenarnya senjata terakhir Presiden itu bisa pakai Perpu (Peraturan Pengganti Undang-Undang)," kata Cholil.
"Masing-masing punya urgensi. Saya tidak bisa menyebutka mana yang sebaiknya diselesaikan lebih dulu, karena semuanya penting," sambungnya.
Cholil mengatakan, bila Undang-Undang yang bermasalah memang belum layak untuk diterbitkan sebagai peraturan, sebaiknya tidak perlu disahkan terlebih dahulu.
Mengenai pernyataan pemerintah dan DPR soal penundaan empat RUU yang bermasalah, Cholil pun mengeluarkan pandangannya.
"Kalau penundaan itu kan bukan berarti tidak disahkan. Kalau memang mau dibenerin, prosesnya itu. Kalau memang belum sempurna drafnya, ya disempurnain dulu. Kalau belum memuaskan jangan buru-buru disahin. DPR ngapain ingin punya legacy yang ancur-ancuran?" jelasnya.
"Kalau sudah kejadian (sudah terlanjur disahkan), masyarakat harus turun lewat upaya hukum dan politik," ungkapnya lagi.
Halaman Selanjutnya
Halaman