Kisah di Balik Musik Endah n Rhesa

Label Rekaman Alternatif (3)

Kisah di Balik Musik Endah n Rhesa

- detikHot
Jumat, 23 Agu 2013 11:02 WIB
Jakarta - Dari 400 band yang bernaung di bawah Demajors, bisa dikata duo Endah n Rhesa adalah temuan paling sukses. Setelah album Nowhere To Go dan Look What We've Found, Mei lalu duo indie itu menelurkan lagi album ketiga, Escape.

Di bulan pertama rilis, album berisi 10 lagu ini langsung terjual sebanyak tiga ribu kopi. Endah Widiastuti dan Rhesa Aditya memang memilih konsep luar angkasa yang tak biasa saat membuat lagu-lagu berkesan emosional dan suram itu.

"Lirik dan musiknya banyak terinspirasi dari imajinasi kami setelah nonton film, membaca komik dan buku-buku," kata Endah kepada detikHOT melalui surat elektronik, Rabu (21/8/2013). Penggarapan album ini adalah hasil kerja sama keduanya dengan Demajors Independent Music Industry lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerja sama yang sudah dimulai sejak 2009 ini, membawa kenangan tersendiri bagi pasangan musikus ini. "Awalnya sederhana, tahun 2007 kami sudah mencoba merekam musik kami di rumah. Kami bermimpin untuk menyebarkannya ke lingkup yang lebih luas. Kami bertanya pada teman, dimana tempat duplikasi CD dan cara menyebarkannya ke toko-toko CD."

Mereka akhirnya dikenalkan dengan David Karto dari Demajors. David lalu banyak memberi masukan dan informasi soal kualitas rekaman CD kepada duo ini. Berselang dua tahun, akhirnya Endah dan Rhesa kembali menemui David Karto untuk menyerahkan materi audio dengan kualitas rekaman yang lebih baik.

"Kami respect dan percaya dengan spirit Demajors yang ingin membangun suasana musik dan musikus independen," ujarnya.

Endah dan Rhesa pun mengakui bahwa sepanjang berhubungan dengan Demajors, mereka mendapat banyak ilmu dan input mengenai seluk beluk industri musik masa kini. Selain itu, kebebasan berekspresi menjadi salah satu alasan langgengnya hubungan Endah n Rhesa dengan Demajors.

"Saya dan Rhesa nyaman bekerja sama dengan Demajors, karena Demajors memberi kepercayaan terhadap kami sepenuhnya untuk berkreasi," tutur Endah.

Menurut pasangan ini, Demajors berperan untuk membangun kemandirian band. Mereka juga membantu pendistribusian CD dan promo band yang tepat sasaran seperti tujuan musikus, baik lokal maupun internasional.

Kontrak kerja tertulis di antara kedua pihak ini pun dibuat per album, dengan jangka waktu yang didiskusikan demi kenyamanan kedua pihak. "Karena beda album tentu beda karakter dan strategi. Jadi tidak ada jangka waktu panjang yang memberatkan kami."

Jadi musikus di Indonesia menurut duo ini sebenarnya tak mudah. Musikus Indonesia dituntut untuk berjuang lebih keras untuk bisa bertahan. "Pasalnya tatanan yang paling dasar dalam industri musik, seperti publishing dan collecting society masih belum rapi dan transparan," kata Endah.

Belum lagi maraknya pembajakan juga membuat musikus kehilangan potensi untuk mendapatkan passive income dari penjualan album dan musik yang diciptakan.

Padahal menurut mereka, dalam konteks industri, musik itu memiliki potensi besar dalam industri kreatif. bisa menjadi pendapatan negara, bisa jadi alat diplomasi, jati diri bangsa serta gengsi di mata dunia.

"Apabila iklim industrinya tidak mendukung maka potensi-potensi ini semakin lama bisa semakin berkurang. Dan akhirnya bisa habis karena sudah lelah berusaha. Semoga jangan sampai demikian ya," kata Endah dan Rhesa.

Harapan duo ini bagi dunia musik Indonesia adalah suasana musik independen di Indonesia bisa menjadi lebih semarak karena dibekali pengetahuan, referensi dan pengetahuan. Ia juga berharap agar sistem industri musik Indonesia bisa dibenahi.

Tak lupa, mereka pun punya harapan untuk para pendengar. "Semoga masyarakat Indonesia bisa semakin terbuka pikiran dan wawasannya terhadap musik-musik yang unik dan berbeda. Mau beli tiket konser, album asli dan mendukung potensi musikus lokal."

Endah n Resha yakin semakin tinggi apresiasi masyarakat terhadap seni maka semakin tinggi juga tingkat peradabannya.


(utw/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads