Apa boleh buat. Kita semua telah dikutuk untuk hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah dan kekecewaan. Kita adalah para freudian klasik yang masih percaya bahwa hubungan kita dengan ayah kita di masa lalu, menentukan kebahagiaan kita hari ini. Bagaimana caranya berhenti khawatir dan memulai hidup (baru)?
Dom Cobb (Leonardo DiCaprio) sudah jauh berlari dari rumahnya di Texas dan bergentayangan di rimba beton kota Tokyo yang keras, dan menenggelamkan diri dalam kesibukan pekerjaannya sebagai mata-mata "pencuri ide". Namun, rasa bersalah atas kematian istrinya, Mal (Marion Cotillard) terus menghantui setiap langkahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baginya, itu akan menjadi misi terakhirnya sebagai seorang "extractor" terbaik di dunia karena ia sudah sangat rindu ingin pulang ke rumah, dan bertemu dengan dua anaknya yang masih kecil-kecil. Namun, misi itu ternyata gagal.
Saito yang tahu problem yang tengah dihadapi Cobb justru merekrutnya untuk melakukan misi baru yang berkebalikan; bukannya mencuri ide, melainkan menanamkan ide, alias "inception". Targetnya adalah raksasa energi saingan Saito, yakni Robert Fischer, Jr (Cillian Murphy) yang tengah dipersiapkan untuk mewarisi kerajaan bisnis ayahnya.
Tugas Cobb: menanamkan ide kepada Robert agar dia menolak menjadi pewaris tahta sang ayah yang kini sedang sakit itu. Jika berhasil, Saito menjanjikan akan membantu memuluskan rencana Cobb untuk pulang.
Cobb menerima tantangan itu, dan dimulailah sebuah petualangan ala "James Bond" untuk menciptakan sebuah dunia simulasi ala "The Matrix". Bersama anggota tim setianya Arthur (Joseph Gordon-Levitt), Cobb keliling dunia untuk merekrut tim tambahan mengingat misinya kali ini berbeda dengan biasanya.
Ia berhasil mengumpulkan orang-orang terbaik yang dibutuhkan, dari arsitek muda dan cantik Ariadne (Ellen Page), peneliti target Eames (Tom Hardy) dan ahli kimia Yusuf (Dileep Rao). Aksi ini membingkai alur cerita "Inception" yang "sesungguhnya", yakni kehidupan masa lalu yang telah membentuk Cobb sekarang ini, yang berpijak pada hubungannya dengan sang istri Mal. Seperti bawang, film ini berlapis-lapis dan dengan gerak plot yang tangkas penuh efek visual yang dramatis membuka lapis demi lapis selubung misterinya.
Sutradara Christopher Nolan, yang sebelumnya memukau kita lewat 'Memento', 'The Prestige' dan "The Dark Night" lagi-lagi menyajikan sebuah dunia yang gelap. Aksi "inception" terhadap Robert Fisher yang menegangkan berjalan beriringan dengan kilas-balik yang mengisahkan penyebab kematian Mal yang membuat kita terperangah.
Kita diajak bertamasya menyusuri labirin mimpi yang rumit. Robert yang ternyata memiliki kontrol bawah sadar yang kuat, membuat rencana Cobb dan tim tangguhnya berkali-kali gagal, sehingga mereka harus menciptakan mimpi yang lain, untuk memasuki ketaksadaran targetnya melalui "pintu" yang lain. Kita berada dalam mimpi-dalam-mimpi yang berujung pada paradoks: ketaksadaran siapa yang kita masuki; siapa berada dalam mimpi siapa? Dan, kita pun tersesat: mana yang mimpi dan mana yang nyata?
Dengan ensambel aktor yang menampilkan orkestra permainan menawan, "Inception" menggambar dunia mimpi dengan begitu nyata dan meyakinkan yang dibungkus dengan ilustrasi musik yang indah sekaligus mencekam. Hans Zimmer mengerjakannya dengan efektif, menguatkan adegan-adegan tertentu menjadi momen yang menyihir dan berklimaks pada score penutup yang benar-benar membuat kita terpaku dalam keharuan yang mencekat. Sampai beberapa detik setelah film berakhir, kita mungkin tak akan beranjak karena tiba-tiba menjadi tidak yakin dengan diri kita sendiri: apa yang selama ini kita pikirkan dalam hidup, dan tentang hidup? Apakah dunia ini nyata? Apakah kita sedang (tidak) bermimpi? Sedang berada dalam mimpi siapakah kita sekarang?
Diputar di... (iy/iy)