Beberapa waktu lalu Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) mendesak agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menguatkan Undang-Undang no. 33 tahun 2009 tentang Perfilman. Pihak bioskop juga menyebut UU Perfilman tersebut masih punya kelemahan.
"Pertama mengenai tata edar. Sebetulnya apa sih tata edar itu? UU Perfilman kita masih memiliki kelemahan. Belum menjelaskan dengan tegas apa itu definisi film nasional. Katakan ada orang Indonesia buat film di Hollywood, apakah itu film nasional apa impor? Ada orang Hollywood buat film Indonesia, apa itu film nasional?" kata Direktur Cinema 21 Tri Anintio saat jumpa pers di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Senin (3/7/2015).
Tri mengklaim jaringan bioskop Cinema 21 sudah menerapkan sistem tata edar yang sesuai dengan UU Perfilman pasal 32. "Screen time di kita sudah 60 persen film nasional 40 persen impor, pasal 32. Sejauh saya tahu ini adalah screen time kuota tertinggi di dunia. Apakah angka ini realistis kalau angka ini diabaikan untuk kondisi pasar yang ada? Jangan perfilman mengabaikan penonton," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tri, tata edar yang baik adalah yang berorientasi pada kepentingan penonton. Ia menyebut darah perfilman ada di tangan penonton yang menggerakkan roda industri.
"Jawabannya, diatur apanya? Apa yang salah? Masak ngga ada penonton tetap kita pertahankan dengan jumlah layar banyak? Sedangkan penonton yang ingin menonton film (yang laku) dibiarkan mengantre," katanya.
Mengenai data perolehan jumlah penonton yang harus rutin dilaporkan sesuai undang-undang perfilman, Tri mengaku melakukan hal itu saat film ada di bawah Kemenparekraf. "Sekarang yang jadi persoalan, film ada di bawah Kemendikbud kami tidak tahu harus melapor ke mana," kilahnya.
(ich/mmu)