Cinderella: Dongeng Klasik yang Masih Sama

Cinderella: Dongeng Klasik yang Masih Sama

- detikHot
Jumat, 13 Mar 2015 16:42 WIB
Jakarta - Cinderella merupakan tokoh dari dongeng klasik yang populer di seluruh dunia. Maka ketika Disney memutuskan untuk membuat remake film ini di tangan Kenneth Branagh, timbul pertanyaan apakah kisahnya masih sama?

Untuk membuat ulang cerita yang sudah mengakar, sulit rasanya memberikan perubahan ekstrem dalam plot. Tokoh utama kita Cinderella (Lily James) masih gadis lugu yang cantik dan naif.

"Milikilah keberanian, dan selalu berbuat baik," demikian pesan ibu Cinderella yang terus ia pegang meskipun diperlakukan layaknya pembantu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, cerita bergulir hampir serupa dengan dongeng Cinderella yang Anda tuturkan kepada anak sebelum tidur. Bagaimana dalam kesengsaraan yang nampak tiada akhir, Cinderella mendapatkan satu kesempatan bahagia lewat bantuan ibu peri. Ia bertemu pangeran, dan seterusnya.

Pekerjaan Kenneth Branagh mungkin lebih mudah dalam mencari pemeran tokoh Cinderella dan pangeran tampan tanpa pusing memikirkan akting sekelas Oscar. Ia hanya perlu Cate Blanchett untuk menjadi pusat perhatian..

Dengan aura jahatnya, Blanchett yang memerankan Lady Tremaine sang ibu tiri tampil sangat cemerlang dan berkilau layaknya sepatu kaca. Sangat mudah untuk membenci Lady Tremaine dari detik pertama ia muncul dalam layar dengan balutan gaun berkelas, bahkan sebelum ia berbicara.

Desain kostum dan kerajaan yang menjadi latar digarap dengan cukup baik hingga suasana dunia dongeng terasa. Beberapa elemen konyol dalam cerita dongeng tetap dibiarkan misterius tanpa diberikan sedikit alasan rasional.

Misalnya, kenapa sepatu kaca Cinderella tidak berubah seperti kereta, gaun dan lainnya setelah sihir ibu peri hilang tengah malam? Sebegitu sulitkan mencari wanita yang memiliki ukuran sepatu sama dengan Cinderella selain seorang nenek-nenek?

Dan jika pangeran terkesan dengan kecantikan dan sifat baik Cinderella di pertemuan pertama, maka tak sulit baginya untuk mengenali wanita tersebut saat berjumpa lagi, alih-alih bergantung pada ukuran sepatu.

Dalam cerita dongeng, hal-hal seperti itu mungkin tidak perlu ditanyakan, tetapi tetap saja menghantui pikiran orang dewasa.

Cinderella mungkin akan lebih menarik jika Disney melakukan treatment cerita seperti 'Maleficent', dengan menuturkannya dari angle yang baru tanpa merusak fantasi masa kecil semua orang. Mungkin hal yang sama bisa dilakukan untuk menggali masa lalu Lady Tremaine, dan kita pun mendapat dongeng Cinderella yang tidak berulang-ulang.

(ich/mmu)

Hide Ads