Bekerja sama dengan James Wan menjadi mimpi Timo Tjahjanto yang terwujud. James Wan diakui Timo adalah sutradara favoritnya sejak lama.
Ia mengetahui kiprah sutradara yang membuat semesta horor The Conjuring itu sejak dirinya masih duduk di bangku kuliah.
"Sejak dari gue kuliah pun, waktu gue denger ada seorang (asal) Malaysia-Australia dan temennya si Leigh Whannell (penulis skenario) orang Australia, mereka ke Hollywood untuk bikin Saw, wah gue udah ngeliat ke mereka banget. Udah gitu, ini idaman banget buat seseorang yang punya visi tertentu," tuturnya kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia, Timo Tjahjanto dikenal sebagai salah satu sutradara film horor seperti Sebelum Iblis Menjemput juga action-thriller The Night Comes for Us yang diproduksi di bawah naungan Netflix.
Namun karya James Wan juga menjadi perhatiannya dan ada salah satunya yang jadi favorit.
"Favorit gue salah satunya The Conjuring pertama sih. Itu nggak cuma cheap jump scare. Athmospheric horornya dapet dan (teror di filmnya) nggak ada istirahatnya dari awal sampai akhir," urainya lagi.
James Wan duduk menjadi salah satu produser dalam remake Train to Busan. Film ini berada di bawah naungan New Line Cinema yang sebelumnya juga menjadi atap bagi film-film James Wan di antaranya The Conjuring hingga Annabelle.
James Wan menggaet penulis skenario Gary Dauberman yang sebelumnya juga bekerja sama dengannya di film garapannya di atas.
Dikatakan Timo Tjahjanto, studio New Line Cinema bersama James Wan menginginkan Train to Busan versi AS tak lantas mengubah banyak bagian dari film Train to Busan versi Korea.
"Bener-bener kita ulik lagi dari skripnya. 'Oke, kalau ini terjadi di Amerika apa nih yang bisa kita perkuat, apa nih yang bisa jadi ciri khas'. Bukan karena ini versi Amerika berarti banyak adegan action yang pakai senjata, gitu-gitu nggak. Kita justru pengin mempertahankan detak jantung versi Koreanya itu," ujar Timo.
(doc/dal)