Di momen come back-nya tersebut, Endhita harus melalui proses pembuatan filmnya yang membawanya ikut serta hingga jauh masuk ke pedalaman Baduy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak mudah proses yang dilalui Dhita. Dirinya sempat hampir menyerah karena menilai masyarakat Baduy tak mudah untuk didekati.
Baca juga: Film-film Pilihan yang Rilis Pekan Ini |
"Mereka tuh kalau baru sekali kenal langsung lupa. Saya butuh 3 hari sampai akhirnya dikenal dan mereka bisa diajak ngobrol banyak," ungkapnya.
Di sisi lain bahasa juga menjadi kendala baginya untuk dipelajari. Ketimbang bahasa Sunda pada umumnya, Baduy memiliki bahasa Sunda yang berbeda.
"Susah belajar bahasa udah pasti. Apalagi aku orang Jawa. Kalau ke Bandung juga ngertinya Sunda Pariangan. Ada gesturnya, ada suara intonasi meninggi, itu yang saya harus pelajari," tuturnya lagi.
Farid Dermawan sang sutradara menambahkan, memang tak mudah syuting berlatar belakang Baduy. Ia juga harus melalui proses panjang sampai diizinkan bisa syuting di Baduy.
"Perizinannya 4 bulan dan akhirnya kita dikasih syarat selama syuting di sana. Nggak boleh pakai listrik, nggak boleh pakai genset jadinya syuting harus selesai jam 5 sore. Nggak boleh bawa benda-benda elektronik lainnya juga," tukas Farid.
(doc/wes)