'Sexy Killers' heboh menjadi sorotan dan perbincangan belakangan. Dokumenter produksi Watchdoc Documentary ini mengundang opini sekaligus membuka pandangan tentang bagaimana sebuah kebijakan akan bisnis tambang batu bara ini berjalan.
Yang menjadi poinnya yaitu bisnis ini tak berjalan tanpa ada apa-apa. 'Sexy Killers' menyoroti para pemangku kekuasaan, juga diketahui sebagai pembuat kebijakan yang seakan menutup mata akan dampak konsesi batu bara.
"Di Kaltim itu tambang batu baranya sangat masif. Jadi Samarinda itu ibu kota provinsi, tapi 71 persennya adalah konsesi batubara. Bayangin tinggal di ibu kota provinsi yang 71 persennya adalah mengkonsesi batu bara, jadi kalau ada orang kecebur di lubang tambang karena keluar dari pager rumah itu udah normal dalam tanda kutip di sana," ungkap Dandhy Laksono sang sutradara yang melakukan riset empat tahun untuk membuat dokumenter ini.
Film ini diungkapkan Dandhy ia buat tanpa ada embel-embel apapun termasuk royalti. 'Sexy Killers' menjadi perjalanan panjangnya untuk memaparkan apa yang terjadi di balik suasana politik yang saat ini tengah meningkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia tak memungkiri filmnya tersebut menuai reaksi dari berbagai kalangan publik. Ada yang terbuka menerima fakta yang dipaparkan lewat 'Sexy Killers' namun tak sedikit juga yang balik mempertanyakan motivasi 'Sexy Killers' dibuat.
Film nyatanya tak melulu soal hiburan. Semacam dokumenter seperti ini nyatanya menjadi pemandangan reallta yang tak jarang tak enak dirasakan. Agaknya itu yang dilakukan 'Sexy Killers'.
"Sebuah film dapat menyentuh hati dan membangkitkan visi dalam diri, dan mengubah cara kita melihat sesuatu. Mereka membawa kita ke tempat lain, mereka membuka pintu dan pikiran," ujar sutradara Martin Scorsese.
Tonton juga: Pengamat Film dan Komedian Gugat "Sexy Killers"