Bukan hal yang mudah mengangkat kisah 'Bumi Manusia' dari novel ke layar lebar. Penulis skenario Salman Aristo mengungkapkan, penulisan skenario ini menjadi poin yang cukup menantang.
Padahal, ini bukan pengalaman pertama atau kedua bagi pria yang akrab disapa Aris ini. Nyaris 20 film sudah yang ceritanya ia tulis dan tak sedikit di antaranya meninggalkan jejak mendalam. 'Sang Penari' salah satunya.
"Sebagai karya sastra, sangat menantang banget untuk di filmkan. Memang bikin bingung diadaptasinya, buat saya ini struggling sekali. Saya melalui banyak perdebatan ketika menggarap ini," tutur Salman Aristo saat ditemui di set visit 'Bumi Manusia' di Sleman, Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada jeda yang begitu lebar untuk mengangkat kisah kehidupan masyarakat di bawah jajahan kolonial era 1800-an hingga awal 1900-an ke masa kini.
"Hanung kencang ingin diadaptasi dengan zaman milenial ini. Akhirnya satu, saya mau merayakan Pramoedya Ananta Toer sekarang ini. Karena belum pernah dia dirayakan dalam bentuk audiovisual," urai sang penulis skenario.
Tak hanya berdasar dari novel, penulis skenario film 'Garuda di Dadaku' ini juga mengambil rujukan dari buku lain untuk menguatkan cerita yang ia tulis. Yakni buku karya Max Lane berjudul 'Indonesia Tidak Hadir di Bumi Manusia'.
Proyek film ini menjadi proyek besar bagi pria yang juga menulis skenario film 'Mencari Hilal' ini. Baginya, keberhasilan ceritanya kelak akan menjadi pembuktian cintanya pada Indonesia.
"Berkah luar biasa film ini jatuh ke saya. Berat ke beban pribadi sendiri aja. Ini salah satu kitab menentukan saya menjadi orang indonesia, pas adaptasi ini," tukasnya.