Alter Ego dan Gegar Budaya dalam 'Oh! Lucy' Tampil di SGIFF 2017

Laporan dari Singapura

Alter Ego dan Gegar Budaya dalam 'Oh! Lucy' Tampil di SGIFF 2017

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Jumat, 01 Des 2017 18:20 WIB
Foto: Saras (detikHOT)
Singapura - Salah satu film panjang yang ditayangkan pada Singapore International Film Festival (SGIFF) 2017 adalah 'Oh! Lucy'. Film garapan sutradara Atsuko Hirayanagi ini bercerita mengenai kehidupan Setsuko (Shinobu Terajima).

Hidup Setsuko yang merupakan seorang perempuan lajang di usia tua diminta oleh keponakannya, Mika (Shioli Kutsuna) untuk meneruskan les bahasa Inggrisnya. Pertemuannya dengan gurunya, John (Josh Hartnett) membawanya pada cerita yang tidak terduga.

Setelah kelas pertama, Setsuko menemukan bahwa dirinya memiliki alter ego bernama Lucy.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Atsuko Hirayanagi, ide 'Oh! Lucy' berangkat dari keinginannya untuk, menyuarakan suara dari kehidupan orang-orang yang selama ini bungkam. Ia juga ingin mengangkap persoalan gegar budaya dan bagaimana cara pandang West terhadap East dalam wacana paska-kolonial.

Semuanya dirangkum dalam film bertemakan komedi gelap, di mana penonton diajak tertawa namun juga berpikir di akhir film.

"Saya pikir mungkin orang memiliki alter ego masing-masing, tempat di mana kita bisa lari dari diri kita kemudian ketika kita kembali pada diri kita, akan ada energi," ujarnya ditemui di kawasan Marina Bay Sands, Singapura, Kamis (30/11/2017).

Film 'Oh! Lucy' memiliki tokoh yang nyaris semuanya perempuan. Menurut sang produser, Yukie Kito, hal tersebut sangat penting. Pasalnya film ini bukan hanya berbicara tentang perempuan, namun juga digarap dan dimainkan oleh perempuan.

"Tidak ada yang salah dengan sineas laki-laki membuat film tentang perempuan, sah-sah saja. Namun saya berharap, akan banyak sineas perempuan lainnya yang membuat film tentang, perempuan karena kita yang benar-benar tahu bagaimana rasanya menjadi perempuan," ujar Yukie Kito.

Meski demikian, Yukie Kito dan Atsuko menegaskan bahwa pada dasarnya mereka ingin memberikan potrait mengenai kehidupan manusia, bukan hanya perempuan.

Walau film ini dibalut dengan komedi. Atsuko Hirayanagi menegaskan ada hal lebih dalam yang ingin ia sampaikan.

"Ini bukan tentang bagaimana film ini mengibur orang, ini adalah bagaimana saya ingin bercerita tentang manusia. Ada komedi, tapi ada juga hal lain yang digarisbawahi," jelas Atsuko.

Menurut Shioli Terajima, apa yang disampaikan 'Oh! Lucy' bisa saja terjadi pada banyak orang. Ia mengisahkan, saat menghabiskan masa kecil di Australia, ia merasakan sendiri persoalan gegar budaya.

"Mungkin saat itu, sulit untuk menerima saya sebagai orang Australia karena fisik dan wajah saya sangat Jepang," kisahnya.

Meski memiliki pengalaman yang sesuai dengan apa yang tertuang dalam film yang ia mainkan, Shioli tetap merasakan ada tantangan tersendiri selama menjalani syuting film tersebut.

"Film ini hanya memiliki dua hingga tiga kali take. Jadi saya harus sangat berkonsentrasi untuk berakting," ungkapnya.

'Oh! Lucy' merupakan debut penyutradaraan film panjang dari Atsuko Hirayanagi. Sebelumnya, ia dikenal sebagai orang di balik film pendek 'Link' (2009) dan 'Mo Ikkai' (2012).

Digarap selama 21 hari, 'Oh! Lucy' mengambil lokasi syuting di dua negara, yaitu Jepang dan Amerika Serikat. Sebelum bertandang ke Singapura, film ini sudah berkelana ke berbagai festival film skala internasional, Cannes Film Festival di Prancis salah satunya.

Singapore International Film Festival 2017 sendiri merupakan bagian dari Singapore Medi Festival 2017. Acara tersebut berlangsung selama 11 hari, yakni dari 23 November hingga 3 Desember 2017.

(srs/wes)

Hide Ads