Tentu saja ia tidak memandang enteng kesempatan berperan sebagai sosok pahlawan wanita itu. Untuk itulah Dian melakukan berbagai observasi dan pendalaman karakter Kartini lewat berbagai hal.
"Memalukan kalau saya tidak bisa memerankan dengan baik, saya bukan aktor yang baik juga kalau nggak bisa perankan ini. Persiapannya kalau dibilang sedikit enggak, kalau dibilang banyak saya juga nggak boleh takabur. Saya pasti kurang persiapannya," ujar Dian ketika ditemui di syukuran film 'Kartini' di Djakarta Teater pada Kamis (14/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah membaca karya Pram 'Panggil Aku Kartini Saja'. Karya itu banyak memberi pelajaran dan interpretasi Pram tentang Kartini. Itu menuntun saya untuk seperti Kartini. Dari koran juga sangat membantu karena kliping koran sangat menarik dan simpel untuk dipelajari," lanjutnya.
Ada booklet kecil yang berisi pikiran-pikiran Kartini juga dijadikan bahan belajar Dian. Termasuk buku berbahasa Inggris yang dialihbahasakan dari bahasa Belanda.
"Kutipan Kartini yang powerful ada dalam booklet itu. Yang paling saya ingat, 'Dan siapakah yang lebih banyak berusaha memajukan kesejahteraan budi itu? Siapakah yang dapat membantu mempertinggi derajat budi manusia, ialah Wanita, Ibu… karena haribaan Ibu, itulah manusia mendapatkan didikannya yang mula-mula sekali'. Saat ini saya masih menyelesaikan buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang'. Ada riset profesor Belanda tentang Kartini yang dialihbahasakan ke bahasa Inggris," cerita Dian lagi.
Hal lain yang menurutnya tak bisa ditinggalkan dalam proses observasi peran Kartini adalah berkunjung ke rumah Kartini dan melawat ke makam sang pahlawan. Hal itu makin membuat ibu dua anak tersebut merasakan kehidupan Kartini yang sebenarnya.
"Bisa menikmati pokoknya orisinil banget rumahnya. Deg-degan luar biasa, kebayang kehidupan Kartini di sana. Saya mencoba tenang dan menjalankan sebaik mungkin. Saya sempat nyekar ke makam kirim Al Fatihah," tutupnya.
(ron/ron)