Menggarap restorasi film-film Indonesia di masa lalu membuat tim Jakarta Prima Digital (JPD) berujung pada satu kesimpulan soal perbedaan film dulu dan kini. Apa kata meraka?
Diwakili oleh dua pimpinannya, Technical Manager Edwin Theisalia dan Production Manager Andre Blackham, menceritakan kepada detikHOT bahwa film-film lama itu digarap dengan lebih serius. Ditambah lagi, para aktor yang terlibat dinilai benar-benar bisa berakting.
"Zaman dulu, aktor dan sutradaranya itu memang serius. Kelihatan banget dari persiapannya, jadi, bikin film benar-benar serius. Waktu itu kami pernah ngobrol sama Ibu Dewi Irawan sama Mas El Manik, mereka cerita treatment-nya dari dua minggu sebelum syuting itu sudah ada di lokasi. Mereka diminta hidup dengan cara orang setempat sehingga hasilnya sangat natural," cerita Andre.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu hasil restorasi untuk film 'AADC?' / dok. JPD |
Malahan, menurut dua pria yang sudah melakoni restorasi film sejak 3,5 tahun lalu itu, produksi film sekarang terkesan menurunkan kualitas.
"Sekarang untuk syuting prosesnya lebih mudah, jadi ada kecenderungan menurunkan kualitas. Kalau dulu ketika semua terbatas, ketika sudah 'action', semua aktor dan kru pasti fokus," tutup mereka.
Bersama JPD, Andre dan Edwin serta 28 orang lainnya memberi fokus untuk melestarikan film-film Indonesia. Sekitar 700 judul film sudah dimiliki JPD, 80 di antaranya telah berhasil di-restorasi menjadi digital. Koleksinya pun tak tanggung-tanggung, mulai dari film-film produksi awal 60-an sampai awal 2016.
"Film-film ini adalah sejarah, dan sejarah ini butuh kita untuk menjaganya. Dengan adanya restorasi ini, kita bersama-sama bisa menghidupi dan melestarikan film Indonesia ke depannya," pungkas General Manager JPD, Desi Polla.












































Salah satu hasil restorasi untuk film 'AADC?' / dok. JPD