Dari tadi detikHOT sudah banyak bicara mengenai cerita awal berdiri sampai semangat-semangat yang diusung perusahaan restorasi film Indonesia, Jakarta Prima Digital (JPD). Tapi, seperti apa sebetulnya JPD bekerja?
Bagaimana gulungan seluloid bisa direstorasi untuk menjadi sebuah file digital agar bisa selamat dari kemusnahaan. Kepada detikHOT di Kantor JPD di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Technical Manager JDP, Edwin Theisalia menjelaskan satu per satu.
Koleksi Foto Lengkap Proses Restorasi Film di JPD
"Pertama tentu film tersebut secara fisik di-repair di Fatmawati (lokasi workshop JPD dan gudang) sebelum dikirim ke kantor JPD. Baru kemudian kita lakukan digitalisasi lewat scanner memakai Scanner Golden Eye. Kadang nggak langsung berhasil utuh karena satu judul film itu rata-rata sembilan reel (gulungan). Nah, tiap reel itu beda-beda problem," cerita Edwin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Scanner yang dipakai di JPD / Asep (detikHOT) |
Setelah proses yang panjang di atas, tentunya tidak serta-merta pekerjaan selesai. Masih ada serangkaian pekerjaan panjang lainnya. Semuanya dikerjakan oleh 30 teknisi di delapan divisi utama, Repair, Scan, Audio Repair, Preset Plugins, Manual Repair, Subtitle, Quality Control (QC) dan Mastering.
Alat bernama MWE untuk mengerjakan audio / dok. JPD |
"Terus kita mulai color grading per reel. Dari situ masuk ke wilayah preset untuk bikin plugins-nya, apakah yang heavy plugins atau tidak. Selesai dari situ, proses lebih mengerucut lagi ke frame by frame. Secara manual di-edit scratch, dust dan stain. Suka ada juga gambar yang goyang kaya bendera gitu kan. Sembari audio pun berjalan," lanjut Edwin.
Color Grading Barry Prima di film 'Sundel Bolong' / dok. JPD |
Proses manual selesai, lanjut ke divisi QC untuk melihat ada yang kelewat diperbaiki atau nggak. Kalau lolos di QC, masuk ke Mastering. Di Mastering akan di-sync video dan audio. Baru kita dapat final output-nya. Prinsip kami adalah kami bukan creating something new. Kami harus mengembalikan sebisa mungkin saat zaman itu tayang. Kalau pun ada adding, harus excatly the same," sambungnya lagi.
Hasil akhir restorasi film 'AADC? (2002)' / dok. JPD |
Semua penjelasan tertulis tadi terbaca cukup mudah dan singkat. Akan tetapi di lapangan, faktanya satu judul film harus memakan waktu 3-4 hari, itu jika tak ada masalah berarti.
"Satu film ada sekitar 120 ribu sampai 200 ribu frame. Dalam satu hari, maksimal kami mengerjakan sekitar 20 ribu sampai 32 ribu frame. Sementara ini kita bisa maksimal full HD (High Definition) output-nya, walaupun kita sudah 2K already. Cuma kan platform tempat kita men-delivery film ini belum bisa," tambah rekannya Andre Blackham yang menjabat posisi Production Manager sekaligus teknisi di bagian Audio Repair.
Berdiri 3,5 tahun lalu dan berjalan efektif 2 tahun terakhir, JPD telah mengoleksi 700 film Indonesia dari 1962 sampai 2016. Lebih dari 50 judul sudah berhasil direstorasi dan dinikmati.
"Kurang lebih sudah 80 judul yang berhasil dikerjakan sampai saat ini," tutup Andre seraya tersenyum.












































Scanner yang dipakai di JPD / Asep (detikHOT)
Alat bernama MWE untuk mengerjakan audio / dok. JPD
Color Grading Barry Prima di film 'Sundel Bolong' / dok. JPD
Hasil akhir restorasi film 'AADC? (2002)' / dok. JPD