Yusri Fajar menerbitkan buku kumpulan cerpen berjudul 'Surat dari Praha' pada 2012. Ia menuduh film yang berjudul sama yang kini tengah tayang di bioskop tersebut melakukan plagiat atas karyanya.
Pria yang sehari-harinya merupakan dosen di jurusan Bahasa dan Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya itu membuat petisi berjudul 'Tolak Film Surat Dari Praha!' di situs change.org. Dalam petisi yang sudah didukung 41 orang tersebut, dituliskan empat poin utama yang menjadi tuduhanya. Yakni, kesamaan judul, alur cerita dan lokasi, cover dan poster serta kesamaan media surat yang dipakai sebagai pengantar ceritanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tema eksil politik 1965 di Praha ini tidak boleh diklaim sebagai hak cipta karena ini merupakan fakta sejarah. Itu diatur di UU no. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 41 ayat 2, bahwa ide, temuan, data bukan merupakan objek hak cipta. Siapapun berhak menceritakan peristiwa terkait sejarah tersebut, baik fiksi maupun non fiksi," sambung Angga lagi.
Menguatkan pernyataannya, Angga juga menegaskan bahwa film yang digarapnya itu sudah memiliki dasar hukum sesuai dengan Undang-Undang.
"Kami sudah memiliki sertifikat hak cipta yang dikeluarkan oleh Ditjen HKI Kemenkumham dan telah mendaftarkan hak paten atas judul itu. Pada kelas 41 terkait dengan film bioskop, kelas 9 terkait dengan cakram digital dan kelas 16 terkait dengan poster," jelas Angga.
"Jadi, sebetulnya Yusri Fajar sendiri harus menjelaskan kepada kami, d imana letak bagian yang plagiat. Karena kami juga tidak tahu, konten filmnya berbeda, termasuk dengan poster resmi film 'Surat dari Praha' yang terdaftar di Lembaga Sensor Film (LSF)," tutupnya. (mif/mmu)