'Another Trip to the Moon': Eksperimen Gadis Hutan dan Manusia Anjing

'Another Trip to the Moon': Eksperimen Gadis Hutan dan Manusia Anjing

Is Mujiarso - detikHot
Jumat, 26 Jun 2015 15:40 WIB
Jakarta - Senyum Ismail Basbeth tak henti mengembang. Di tengah hari yang panas, dalam momen puasa, pemutaran filmnya di Kineforum, TIM, Jakarta, Sabtu pekan lalu “sold out”. Jangan lihat kapasitas ruangannya yang hanya 45 orang. Tapi, bagi Basbeth, hal itu sungguh berarti untuk karya film panjang pertamanya, ‘Another Trip to the Moon’ yang tergolong tak biasa. “Ini bisa buat promosi,” selorohnya sumringah sambil mengajak para penonton berfoto bersama usai pemutaran.

Dalam catatan produksi, ‘Another Trip to the Moon’ diklaim sebagai film dalam genre “magical surrealist drama fantasy”. Dalam pembicaraan dari mulut ke mulut di kalangan penonton film, karya Basbeth ini disebut-sebut sebagai “eksperimental”. Sedangkan untuk sinopsisnya, film ini diringkas dalam deskripsi “perjalanan magis dan sureal dari Asa, anak seorang dukun, yang berhadapan dengan ibunya sendiri, berjuang untuk hidupnya dan kebebasannya sendiri.”

Di layar nanti, pertama kali, penonton akan menyaksikan seorang perempuan dalam busana ala Jawa yang tengah melakukan ritual “jampi-jampi”. Lalu, adegan melompat ke hutan, tempat sepasang perempuan sedang tidur meringkuk di tengah semak. Pagi baru saja datang. Mereka bangun. Cewek yang satu melangkah ke tengah hutan, satunya lagi langsung meraih peralatan berburu. Inilah keseharian mereka: mencari ikan dengan tombak, memanah kelinci dan makan buah-buahan liar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siapa mereka? Sejak awal, penonton juga diperkenalkan dengan sesosok tubuh lelaki telanjang dada dengan kepala bertopeng anjing. Ia muncul sejenak, mengintip (atau mengawasi?) gerak-gerik pasangan cewek berbusana kulit ala zaman primitif itu. Siapa pula si manusia anjing itu?

Dalam durasi 80 menit, penonton menghadapi layar yang wara-wiri antara dunia si perempuan Jawa yang sedang melakukan ritual perdukunan dan dunia gadis-gadis hutan itu. Perlu kejelian, bahkan boleh dibilang usaha yang sangat keras, untuk pada akhirnya memahami apa makna semua itu; siapa mereka, apa kaitan antara orang-orang itu, dan apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan atau cari?

Film ini tarhampar tanpa dialog sama sekali. Anda hanya akan mendengar dua tokoh cewek yang hidup di hutan itu menyanyi sambil menumpahkan air dari bambu ke bambu lainnya sebagai musik. Anda tidak akan pernah mengetahui nama-nama mereka. Yang satu diperankan Tara Basro, satunya lagi Ratu Anandita. Anda bisa saja mencari informasi lewat Google, tapi buat apa?

Nikmati saja apapun yang tersaji di layar. Tunggu sampai salah satu dari dua cewek itu (ini bukan spoiler!) meninggal dunia karena disambar petir. Akan ada upacara pemakaman di mana sang mayat berjalan sendiri ke liang lahat. Itu akan mengingatkan Anda dengan budaya dari suku tertentu di Nusantara. Tapi, sekali lagi, Anda mungkin akan bertanya-tanya, apa maknanya simbol-simbol itu bagi keseluruhan cerita film ini?

Sebelum pertanyaan menemukan jawaban, Anda sudah akan disuguhi adegan ajaib ini: mayat cewek itu diangkat ke langit oleh sesosok benda, anggap saja UFO. Dibawa ke bulan? Inikah makna dari judul filmnya? Dari sinopsis yang telah disinggung di awal, Anda nanti bisa saja mengait-ngaitkan bahwa salah satu dari gadis hutan itu adalah putri dari si ibu Jawa ala dukun itu. Dari situ, silakan cermati detail-detail film ini untuk mengurai misterinya. Termasuk, misteri si manusia anjing.

Bagi Anda yang menyukai tantangan, atau ingin mengasah ilmu semiotika yang mungkin pernah Anda pelajari, perhatikan jadwal pemutarannya di Kineforum untuk akhir pekan ini: nanti malam pukul 19.30; Sabtu besok pukul 14.15; Minggu pukul 19.30 WIB. Siapkan donasi Rp 50.000.



(mmu/mmu)

Hide Ads