Film 'Tanah Mama', Mimbar Harapan (Baru) bagi Papua?

Film 'Tanah Mama', Mimbar Harapan (Baru) bagi Papua?

- detikHot
Selasa, 23 Des 2014 15:20 WIB
Jakarta -

Menteri Pendidikan Anis Baswedan tak bisa menyembunyikan keharuannya. Usai menyaksikan permutaran perdana film 'Tanah Mama' karya sutradara Asrida Elisabeth, ia langsung ditodong oleh MC Melissa Karim untuk menyampaikan komentarnya.

Kehadiran Menteri Anis pun mengubah acara pemutaran film tersebut menjadi semacam mimbar penyampaian berbagai aspirasi yang berkaitan dengan tema film tersebut. Merekam kehidupan di sebuah desa di pedalaman Papua, 'Tanah Mama' telah menjadi mimbar yang 'ditumpangi' berbagai kelompok masyarakat untuk menyampaikan harapan mereka.

Anis Baswedan sendiri, sesuai dengan kapasitasnya, langsung tertuju pada isu pendidikan. "Wah, saya langsung kepikiran, gimana ini solusi pendidikan untuk anak-anak di sana," ujarnya usai menonton film tersebut di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, Senin (22/12) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Tanah Mama' merekam kehidupan Halosina, ibu dengan empat anak yang terpaksa mencuri ubi di ladang adik iparnya sendiri setelah suaminya kawin lagi, dan tak mengurusinya. Ia pun harus menghadapi hukuman adat, yakni mengganti rugi sebesar Rp 500 ribu. Ketika ia punya sedikit bawang dan sayuran untuk dijual di pasar kota, hasil yang didapatnya hanya cukup untuk membeli minyak goreng dan obat demam salah satu anaknya.

Halosina pun kabur dari desanya. Ketika warga desa merayakan panen ubi, ia hanya bisa menyaksikan dengan sedih karena sudah tak lagi menjadi bagian dari mereka. Menteri Anis antara lain memuji bagian ini, dan dengan polos bertanya, "Itu dilatih akting dulu nggak sih? Kok natural banget," ujarnya.

Andreas Harsono, peneliti dari Yayasan Pantau, selain memuji filmnya juga memaparkan dengan berapi-api berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua selama ini. Ia kemudian memperkenalkan Audryne Karma, putri dari Filep Karma, seorang PNS di Papua yang telah dihukum 10 tahun penjara atas dakwaan makar. Produser 'Tanah Mama' Nia Dinata yang tengah berbincang dengan Menteri Anis dan sang sutradara Asrida langsung meminta Audryne untuk berdiri dan maju ke panggung.

Setelah menjelaskan sekilas mengenai kasus sang ayah, yang hukumannya telah dibatalkan di tingkat banding PBB namun hingga kini pemerintah belum membebaskannya, Audryne menyerahkan buku pada Pak Menteri. Buku itu merupakan karya ayahnya, berjudul 'Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia di Tanah Papua'. Usai acara, beberapa orang langsung menyerbu Audryne untuk membeli buku itu.

Seorang mahasiswa asal Papua yang kuliah di Bogor juga tak menyia-nyiakan kesempatan baik itu. "Apa yang bisa dilakukan untuk pendidikan adik-adik kami di Papua?" tanyanya pada Menteri Anis. Salah satu menteri paling populer di kabinet Presiden Jokowi itu pun menyampaikan alasannya menghentikan kurikulum 2013, sebelum menjawa pertanyaan itu.

"Kita tidak mau penyeragaman, itu dulu, kenapa saya membatalkan kurikulum 2013. Setelah itu, kita akan gunakan pendekatan yang terbalik dari selama ini. Bukan Jakarta yang menyodorkan program apa ke Papua, tapi kita tanya langsung masyarakat di sana, seperti film ini, memahami Papua dari sudut pandang orang Papua sendiri, apa kebutuhan mereka, baru pemerintah memenuhinya," papar Pak Anis.

Tak ada yang menyangka, acara premiere film dokumenter bisa menjadi sebuah forum yang lebih luas sebagai mimbar penyampaian berbagai harapan. Tentu semua itu dampak dari kehadiran seorang menteri. Memang, menyandarkan harapan pada sebuah film untuk perubahan dan masa depan Papua yang lebih adil dan sejahtera barangkali terasa berlebihan. Tapi, itulah euforia yang terjadi usai pemutaran 'Tanah Mama'.

"Saya senang acara ini jadi forum yang memberikan banyak harapan akan perubahan di Papua," ujar Nia Dinata. Penasaran dengan filmnya? Tunggu di bioskop mulai 8 Januari 2015.

(mmu/mmu)

Hide Ads