Di masa lalu, ada juga film-film bermuatan sejarah yang menuai kontroversi. Apa saja?
Pagar Kawat Berduri (1961)
|
Film arahan sutradara Wahyu Sihombing ini dilarang beredar di bioskop oleh Partai Komunis Indonesia karena dikhawatirkan masyarakat Indonesia akan bersimpati pada Belanda. Presiden Soekarno sempat membantu, namun 'Pagar Kawat Berduri' tetap tak bisa beredar di bioskop.
Romusha (1972)
|
Film arahan sutradara Herman Nagara ini memang lulus sensor, namun tak jadi beredar di bioskop karena dikhawatirkan bisa merusak hubungan Indonesia dan Jepang. Kabarnya produser Julies Rofi'ie mendapatkan kompensasi dari Jepang sebagai kompensasi biaya produksi. Tetapi, jalan keluar yang ditempuh tak terbuka untuk publik.
Max Havelaar (1976)
|
Film ini tertahan di Badan Sensor Film (BSF) selama sepuluh tahun sebelum beredar.
Petualang-petualang (1978)
|
Merdeka 17805 (2001)
|
Film ini menuai kontroversi besar saat dirilis di Indonesia tahun 2001, terutama karena adanya adegan dimana seorang perempuan Jawa tua mencium kaki tentara Jepang sambil menceritakan salah satu bait dari Ramalan Jayabaya tentang kedatangan tentara Jepang di Jawa. Walaupun diproduksi dengan dana besar dan kerjasama Jepang dan Indonesia, film yang juga dibintangi Lola Amaria ini tidak beredar luas di Indonesia karena alasan politik.
Balibo (2009)
|
Film yang pengambilan gambarnya dilakukan di Dili itu dilarang beredar oleh Lembaga Sensor Film. Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, menyatakan pelarangan ini bertujuan untuk menghindari "pandangan negatif dunia" terhadap Indonesia. TNI juga menyatakan kembali pandangan resminya terhadap Balibo Five, bahwa jurnalis tersebut tertembak dalam baku tembak, bukan oleh tentara Indonesia.
Halaman 2 dari 7