'Amour' dibuka dari sisi dalam sebuah apartemen kelas menengah di Paris yang sunyi. Tiba-tiba braaak...sekelompok petugas layanan masyarakat mendobrak pintu. Lalu, kamera menyorot sebuah ruangan dengan sesosok jenazah perempuan tua terbujur pucat dalam balutan gaun biru yang indah. Bunga-bunga putih bertaburan di sekitarnya.
Adegan kemudian melompat ke sebuah gedung pertunjukan. Untuk beberapa saat, penonton seperti berhadapan dengan cermin, melihat diri sendiri: di layar tergambar penonton sebuah acara resital piano, menghadap ke panggung, menghadap ke penonton film! Usai konser, kita menyaksikan sepasang suami-istri berusia 80-an tahun pulang naik bus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah datang ketika tiba-tiba Anne terserang stroke. Kita diajak merasakan betapa repotnya Georges mengurus istrinya. Kita ikut merasakan kesibukan George wara-wiri dari ruangan satu ke ruangan lainnya, melintasi lorong-lorong apartemen. Lukisan-lukisan, piano besar di tengah ruang, sofa-sofa tua, barang-barang yang tak rapi memberi efek yang 'menghantui'. Kita seperti sedang menonton sebuah film horor.
Tapi, siapa hantunya? Micheal Hakene, yang juga menulis skenarionya, dengan gambar-gambar yang kerap close-up, membuat sebuah film nyaris hanya dari satu ruangan sebagai panggung utama. Rutinitas melewatkan hari-hari tua adalah alurnya. Kesepian, kebosanan membuat seekor burung dara yang masuk dari jendela menjadi begitu penting arti kehadirannya, dan membuat Georges begitu sibuk!
Sementara, Anne yang setengah lumpuh masih tetap seorang perempuan yang anggun, elegan, terhormat dan intelek. Ia menerima kunjungan bekas muridnya yang sebelumnya menggelar konser, membaca buku sebelum tidur, dan sesekali membaca horoskop di majalah. Adakah hal lain yang bisa kita dapatkan dari film yang bergerak hanya di dalam empat dinding?
Namun, bagi Haneke, yang sebelumnya pernah memenangkan Palem Emas Festival Film Cannes lewat 'White Ribbon' (2009), dengan ruang "sesempit' itu, ia benar-benar menguasai panggung, leluasa melancarkan "teror"-nya kepada penonton. Teror yang dibuat dari hari-hari akhir kehidupan sepasang suami-istri. Bagaimana menjadi tua bersama-sama? Apakah cinta masih ada?
Sepanjang film, kita menyaksikan Georges dengan kesabarannya yang mengharukan dan tak terbatas, mengurus Anne dan melayani segala permintaannya. Termasuk, misalnya ketika Anne tiba-tiba bertingkah aneh, minta diambilkan album-album foto di tengah-tengah mereka sedang menikmati makan malam.
Selain menyuguhkan kekuatan akting yang dahsyat, 'Amour' menyajikan filosofi kehidupan yang 'menyakitkan'. Cinta, kesabaran, kepedulian, pada akhirnya akan hilang, tergerus oleh waktu. 'Amour' adalah puisi yang menakutkan tentang berakhirnya sebuah kehidupan.
Film 'Amour' bisa disaksikan di Blitz Grand Indonesia, Kamis (29/11/2012) pukul 21.15 WIB. Festival Film Eropa yang tahun ini memasuki penyelenggaraan yang ke-12 berlangsung hingga 1 Desember.
(mmu/mmu)