Film 'Headhunters': Moral atau Reputasi?

Film 'Headhunters': Moral atau Reputasi?

- detikHot
Rabu, 06 Jun 2012 15:09 WIB
Jakarta - Norwegia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak seniman besar. Dari dramawan klasik Henrik Ibsen hingga pemenang Nobel bidang sastra Bjornstjerne Bjornson. Namun, dalam urusan film, Norwegia masih agak asing bagi masyarakat penggemar film di Indonesia. Banyak orang mungkin justru mengenal bintang pornonya, Vicky Vette yang beberapa waktu lalu membintangi film 'Pacar Hantu Perawan'.

Salah satu perkenalan dengan film Norwegia terjadi tahun lalu, ketika gelaran KidsFfest memutar sebuah film anak-anak dari negeri itu, berjudul 'Ten Lives of Titanic the Cat'. Dan, perkenalan kita dengan film Norwegia semakin bertambah dengan diputarnya film 'Headhunters' di Blitzmegaplex sejak pekan lalu. Film ini menarik perhatian masyarakat karena temanya yang tak biasa.

Garapan sutradara Morten Tyldum yang diangkat dari novel berjudul sama karya Jo Nesbo tersebut merupakan sebuah thriller kriminal yang menyajikan drama dari dunia bisnis yang penuh intrik dan ketegangan. Film ini menggabungkan unsur-unsur klasik sebuah action-thriller: perburuan dan usaha bertahan hidup, yang melahirkan rasa ketakutan yang mencekam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesuai judulnya, film ini menjadikan liku-liku kerja 'headhunter', sebuah profesi penting di belakang layar dunia bisnis sebagai panggung utama, yang dipadu dengan kejahatan pencurian lukisan berharga. Roger Brown (diperankan dengan sangat bagus oleh Aksel Hennie) adalah seorang 'headhunter' yang diakui reputasinya sebagai penemu eksekutif-eksekutif handal. Saat ini, ia tengah mencari CEO baru untuk perusahaan Pathfinder.

Namun, di balik profesi penting tapi tak populer itu, Roger yang beristrikan seorang ahli seni tersebut adalah seorang pencuri lukisan. Sebagai 'headhunter', Roger banyak bertemu dan mewawancarai orang-orang penting di dunia bisnis, dan ia memanfaatkan pekerjaannya itu untuk mendukung aksi-aksi pencuriannya. Dalam menjalankan aksinya, ia dibantu rekannya, Ove Kjikerud (Eivind Sander) seorang pekerja di perusahaan sistem pengamanan rumah.

Suatu kali, di acara pembukaan galeri lukisan baru sang istri, Roger diperkenalkan dengan Clas Greve (Nikolaj Coster-Waldau), seorang eksekutif dari perusahaan telekomunikasi terkenal di Belanda, Tote. Namun, ia mengaku baru saja meninggalkan perusahaan tersebut. Hal itu langsung membuat Roger tertarik untuk mendekatinya, dan merekrutnya sebagai salah satu kandidat untuk kliennya, Pathfinder.

Roger semakin tertarik pada Clas setelah istrinya, Diana (diperankan dengan dingin dan misterius oleh Synnove Macody Lund) menuturkan, bahwa pria itu punya lukisan berharga warisan dari neneknya. Lukisan itu akan segera dipindah ke museum agar lebih terjaga. Roger pun bergerak cepat, berusaha mendapatkan lukisan itu sebelum pindah tempat dari apartemen Clas. Namun, kali ini Roger kena batunya. Ia bertemu lawan yang kakap. Clas ternyata bukan seorang eksekutif umumnya, yang selama ini ditemui Roger.

Roger pun terjebak dalam kejahatannya sendiri. Masalah menjadi semakin rumit ketika Diana ternyata punya hubungan dengan Clas! Dengan jitu, film ini menuntun penontonnya memasuki lapisan demi lapisan misteri yang mengejutkan. Kita dibuat menebak-nebak, mencari arah, namun selalu tersesat. Sejak awal, film ini memang tak memberi tokoh maupun situasi yang hitam-putih. Kita tak tahu siapa yang baik, siapa yang jahat. Roger diperkenalkan sebagai seorang 'headhunter' sukses, tapi juga pencuri lukisan, tak terlalu harmonis dengan istrinya, dan bahkan selingkuh.

Sementara, Clas yang penuh wibawa dan terhormat, yang awalnya acuh tak acuh ketika ditawari untuk jadi salah satu kandidat CEO Pathfinder, belakangan justru begitu berambisi. Siapa dia sebenarnya? Apakah dia kemudian memburu Roger hanya karena lukisannya yang dicuri, atau karena ambisinya untuk mendapatkan kursi CEO itu? Berbagai motif jalin-menjalin menyusun alur film ini dalam intrik-intrik yang membuat kita berkali-kali menahan nafas, tercekam menunggu apa yang akan terjadi.

Dunia bisnis yang bermartabat tapi serakah dan angkuh, kejahatan di dunia seni yang rapi dan tersembunyi, dan perselingkuhan yang penuh hasrat terpendam, diramu dalam sinematografi yang meneror. Film ini menyuguhkan sebuah dunia gelap, dunia tanpa pahlawan, dimana tak satu pun orang-orang di dalamnya meminta simpati kita. Sebuah dunia "amoral" yang menempatkan reputasi seseorang di atas segalanya dalam hubungan antarmanusia. Oh ya, film ini hanya diputar di jaringan bioskop Blitzmegaplex.

(mmu/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads