Bukan suatu yang berlebihan ketika Band Radja sempat dianggap raja di atas panggung musik nasional pada awal 2000-an. Mulai dari gaya personelnya, Ian Kasela Cs yang nyentrik berkacamata. Sampai lagu-lagunya yang megahits.
'Cinderella pun tiba dengan kereta kencana' berumandang di mana-mana. Lirik improvisasi 'padadang padadang' di lagu Benci Bilang Cinta seolah menjadi kosa kata yang benar-benar ada. Bahkan bisa digunakan sebagai kata kunci di mesin pencarian Google juga YouTube.
Penjualan album multi-platinum yang artinya berjumlah jutaan kopi juga sudah dirasakan. Belasan album, ratusan single, belasan hits, band Radja kemudian turun tahta seiring waktu dan pergeseran tren.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Curhat Band Radja yang Seperti Tak Bernyawa |
Menariknya, ketika sebuah festival musik khusus musik Indonesia, Synchronize Festival digelar, Radja populer lagi. Lebih meriah malah dari awal kemunculannya. Sekat gengsi antara yang gaul dan kampungan luntur bersama-sama meneriakkan, 'jujurlah padaku, bila kau tak lagi cinta'.
"Radja termasuk band yang punya banyak hits dari tahun 2001 sampai sekarang. Orang-orang juga banyak yang kayak mau flashback, nostalgia, jadi Alhamdulillah. Euforia-nya itu terasa banget-banget kalau kita bicara Jakarta. Kalau bicara di luar Jakarta, 10 ribu - 20 ribu penonton itu biasa buat Radja, tapi kalau di Jakarta, gila sih," buka Ian Kasela saat menjadi bintang tamu di Main Stage.
Muncul pertanyaan mengapa di luar Jakarta justru Ian lebih merasa wajar?
"Penghargaan musik itu lebih tinggi di daerah daripada di Jakarta, sedari dulu gue liat. Ketika Radja muncul di belantika musik, Jakarta itu termasuk yang gengsi, atau 'munafik'," jelas Ian sembari mengangkat tangannya melambangkan tanda kutip.
"Lo bilang nggak suka Si A, tapi lo nonton. Lo nggak suka Si B tapi lo nyanyi, tujuannya hanya untuk gibah. Mereka hanya tidak mau mengakui, makanya orang yang tidak mau mengakui namanya munafik. Padahal nggak rugi, lo akuin aja, lo keren apa susahnya sih," sambung Ian lagi dengan nada yang serius.
Seperti yang ditulis di awal, Radja memang merasakan langsung kemunafikan atas nama kata gengsi itu. Padahal nyatanya, baik yang mengaku dirinya gaul pun, tahu bulan apa waktunya berkenalan, menyatakan cinta dan akhirnya putus. Seperti yang dinyanyikan pada lagu Bulan. Kalau menurut Radja, salah satu alasan yang membuat karya mereka mudah diterima adalah muatan nilai yang universal alias umum.
"Jadi, itu enaknya kita bikin lagu yang universal, bisa dibawa ke mana pun dan itu selalu Radja lakukan. Moldy bikin lagu nggak pernah terpaku di satu tema, gue juga sama. Misalkan, lagu Aku Ada Karena Kau Ada. Kalau orang kasat mata melihat, biasa aja, ucapan terima kasih kepada kekasih, cinta-cintaan. Padahal kalau dimaknai benar, manusia itu ada karena Tuhan," jelas Ian.
"Nah, sama seperti Seperti Tak Bernyawa (single baru) ini. Bisa dilarikan ke tentang cinta, bisa tentang kerjaan, misalnya lo dipecat dari kantor, padahal lo lagi butuh, lagi susah, rasanya hidup kayak nggak bernyawa. Di saat manusia, kita semua berada di titik bawah, hopeless, itulah kita merasa tidak bernyawa," Ian melanjutkan.
Mempertahankan posisi memang tidak mudah buat Radja. Kalau dibilang Radja berhasil merebutkan lagi tahtanya lewat single-single terbarunya, tidak juga. Namun, mereka tidak ambil pusing.
Ketika dulu mengerjakan Cinderella, Radja mencurahkan seluruh tenaga, jiwa dan raganya. Dengan semangat yang sama juga Radja mengerjakan lagu-lagunya yang terbaru. Tidak ada yang berubah atau mendapatkan perlakuan lebih rendah. Bagi mereka, semua hanya soal penerimaan.
"Itu jawabannya ada di publik, bro. Jadi karya itu kita berusaha membuat sebagus mungkin, soal diterima atau nggak itu kan publik yang menentukan. Kalau istilah orang di dapur, segala bumbu racikan sudah sama, tinggal bagaimana publik menerima," timpal drummer Seno.
"Awalnya iya kami ambil pusing, manusiawi, fase disaat perpindahan itu kepikiran banget. Tapi seiring waktu kita coba bertahan ya sudah, surprise juga buat kita karena mampu menghilangkan pemikiran itu. Kalau kita terpaku di situ terus, susah," sambung sang vokalis.
"Intinya, nothing to lose. Kita mau bikin karya tanpa beban, mau lagu ini diterima syukur, nggak diterima, ya paksain biar terima," tutup Moldy sembari tertawa.
(mif/pig)