Pernahkah Anda menyaksikan film horor yang bercerita tentang rumah berhantu kemudian Anda berpikir, 'kenapa mereka tidak pindah rumah saja? Selesai bukan masalahnya?' His House, film horor yang disutradarai dan ditulis oleh debutan Remi Weekes menjawab permasalahan ini.
Bagaimana jika karakter yang harus tinggal di rumah berhantu tersebut tidak memiliki pilihan lain selain untuk tetap tinggal di rumah tersebut?
Adalah Bol (Sope Dirisu) dan Rial (Wunmi Mosaku) yang meninggalkan rumah mereka di selatan Sudan ketika keadaan disana tidak aman. Mereka akhirnya menjadi refugee di Inggris dan hari itu mereka mendapatkan suaka. Mereka berhasil mendapatkan tempat tinggal dengan syarat mereka memenuhi semua peraturan yang ada. Mereka tidak boleh melanggar satu pun aturan yang ada. Jika hal tersebut terjadi maka mereka akan dipulangkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka tidak boleh mencari kerja, mereka harus menjadi warga yang baik, mereka tidak boleh menjadi kriminal dan mereka harus tinggal di rumah yang telah disediakan.
![]() |
Dari awal penonton sudah diberi petunjuk bahwa ada sesuatu yang janggal diantara suami istri ini. Mereka bersedih karena anak mereka, Nyagak, meninggal dunia saat mereka menyebrang lautan. Tapi lebih dari itu. Kesedihan mereka terasa lebih dalam. Seperti ada jurang diantara mereka berdua. Bol sering bermimpi buruk dan berteriak-teriak. Rial walaupun kelihatannya paling bisa menjaga diri sendiri seperti tersesat dalam lamunannya.
Berhasil melewati perang saudara di negaranya sendiri dan akhirnya punya atap untuk berteduh adalah sebuah prestasi bagi Bol dan Rial. Rumah untuk mereka sendiri. Apalah artinya kalau misalnya tempatnya agak bau, kotor dan dindingnya keropos dan berlubang. Yang penting mereka bersama berdua dan aman.
Sampai akhirnya malam-malam Bol mendengar suara perempuan tertawa. Suara anak berjalan kaki. Dan arahnya dari dalam dinding. Apakah rumah ini berhantu? Bagaimana caranya mereka bertahan diri ketika hantu tersebut meminta darah mereka?
His House adalah sebuah debut yang menyegarkan, horor atau bukan ini adalah sebuah prestasi yang membanggakan. Sebagai penulis dan sutradara Weekes tidak pernah gentar untuk meneror penonton melalui roller coaster yang dialami oleh dua karakternya. Beruntung dua aktor utamanya, Wunmi Mosaku dan Sope Dirisu berhasil membawakan karakter Rial dan Bol dengan baik.
Melalui keduanya penonton bisa merasakan berbagai emosi yang diperlukan untuk membuat His House terasa sesak. Kesedihan, kegamangan, keputusasaan, ketakutan dan terutama penyesalan semuanya bisa disaksikan dari ekspresi mereka. Bahkan kalaupun mereka berdialog memakai bahasa asing tanpa subtitle, Anda akan bisa memahami emosi yang mereka rasakan.
Secara visual His House adalah salah satu horor yang efektif dalam menggunakan cahaya. Seperti halnya Lights Out, penggunaan nyala-mati lampu digunakan dengan sangat efektif disini. Bersiaplah untuk menggigit bibir Anda ketika kegelapan menyerang. Weekes dari awal tidak berencana untuk bermain-main.
![]() |
Setiap momen digunakan untuk meneror penonton. Kalau pun cahaya tidak digunakan untuk membuat penonton ketakutan, Weekes membuat lampu His House dengan sangat melankoli sehingga dua karakter utamanya terlihat begitu mentereng di layar. Sungguh sebuah keindahan.
Yang juga menarik dari His House adalah meskipun set-nya hanya terbatas di rumah Bol dan Rial film ini tetap terasa 'luas'. Mungkin karena staging camera dan juga blocking aktornya yang sangat apik. Baik ketika karakternya sendirian atau ketika mereka "diserang" oleh lelembut, Weekes mengatur blocking dengan sangat baik sehingga rasanya tidak membosankan. Transisi antara dunia nyata dan imajinasi yang dilakukan oleh Weekes juga sangat halus sehingga perjalanan untuk merasakan teror ini menjadi lebih khidmat.
Tapi sesungguhnya kejeniusan His House bukan terletak pada keseramannya. Dan jangan khawatir, film ini sungguh seram. Jumpscare-nya ada. Dan atmosfernya dibangun dengan apik sehingga Anda akan merinding saat menyaksikannya. Yang membuat His House lebih mentereng dari film horor kebanyakan adalah bahwa film ini ada sesuatu yang disampaikan. Seperti halnya Get Out, Midsommar atau Hereditary, His House tampil tidak hanya sekedar meneror penonton dengan keseraman hantu.
Ia mempunyai sebuah misi yang ingin dia sampaikan. Dan Weekes sangat berhasil menyampaikan hal tersebut. Ada yang lebih menyeramkan dari hantu. Dan tidak seperti hantu, trauma dan rasa bersalah akan mengejarmu kemana pun kamu berada. Dan itu sungguh sungguh mengerikan.
His House dapat disaksikan di Netflix
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(doc/doc)