Kru film ini cuma dua orang, dan mereka melakukan syuting dengan kamera $8400. Pasca produksi dilakukan di laptop sang sutradara. Syuting dilakukan di lokasi yang sebenarnya, sehingga tidak ada set-up yang memakan banyak biaya —dan, terkadang dilakukan tanpa izin. Para figuran pun orang-orang yang kebetulan ada di sana. Hanya ada 2 aktor utama (lagi-lagi menghemat biaya) yang tidak dibekali skenario, tapi hanya garis besar ceritanya saja.
Hasilnya? Sepanjang 94 menit kita tidak disuguhi gegap-gempita aksi menumpas para alien seperti layaknya genre monster atau sci-fi kebanyakan. Tapi sebaliknya, ini film personal yang membuat penontonnya memasuki dunia misteri yang tak tertebak, tanpa terjebak pada hal-hal klise. Boleh dibilang, ini adalah antitesa dari 'Skyline'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu saja konflik kepentingan merebak. Andrew begitu tergoda untuk meninggalkan Samantha untuk berburu foto-foto eksklusif seputar makluk angkasa luar. Tapi, ia juga mendapat beban mengantarkan pulang anak bosnya, yang taruhannya adalah pekerjaan dan nama baiknya. Sementara itu, Samantha juga bukan orang yang mudah diatur. Maka, seperti cerita tiga babak lainnya, keduanya mengalami halangan dan rintangan menuju perbatasan, hal yang awalnya dianggap cuma perlu setengah hari perjalanan saja.
Film ini lebih dari sekadar seru-seruan. Juga, bukan tembak-menembak ala 'District 9' tapi ia lebih berupaya menyelami emosi dan interaksi antarmanusia. Justru kekuatannya ada pada keheningan misteri sepanjang perjalanan kedua tokoh itu.
(mmu/mmu)