Dan, bulan ini karya terbaru mereka hadir. Berjudul 'Satu Jam Saja', kali ini posisi sutradara ada di tangan Ario Rubbik, sang keponakan, sementara Rano Karno menulis skenario sambil muncul dua scene di layar.
Premis cerita film ini sebenarnya berpeluang besar untuk menuntun emosi penonton ke arah yang diinginkan. Ini adalah kisah persahabatan sekaligus cinta segitiga antara Andika (Vino G Bastian), Gadis (Revalina S Temat), dan Hans (Andhika Pratama). Singkat kata, Hans menghamili Gadis, dan menghilang. Andika pun akhirnya menikahi Gadis, walau sang wanita tidak mencintainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalahnya, cerita tersebut tidak begitu jelas fokusnya. Apakah soal hubungan persahabatan Andika-Hans? Atau tentang kisah trauma Gadis terhadap Hans? Atau seputar hubungan kurang mesra antara Andika dan Gadis yang bagai perkawinan pura-pura? Sepertinya tidak ada plot utama, dan kurang pas jika dibilang multiplot. Hal ini menyebabkan konflik dan "plot point", kejadian signifikan yang membuat kisah maju ke babak berikutnya, kurang nendang. Dan ini pula sepertinya yang membuat penonton kurang tersentuh secara emosi, walaupun seharusnya beberapa adegan haru dan tragis berpotensi untuk menguras air mata.
Hal itu ditambah dengan "pace" yang agak lambat dan gerakan kamera yang terkadang mengganggu. Akting aktris senior macam Widyawati, Marini dan Rima Melati juga tak
menolong, karena memang tidak mendapat peran besar. Tapi, ada beberapa scene yang memancing tawa. Misalnya, bagaimana kekakuan dan kekikukan pasangan muda yang menikah terpaksa itu lama-kelamaan menjadi cair dan intim, dengan membincangkan soal tempat tidur. Atau, riset yang bagus yang menghasilkan perbincangan soal kesehatan dan kehamilan cukup meyakinkan. Hal lainnya adalah OST yang familiar untuk dua generasi, dari masa Asty Asmodiwaty hingga Audy --apalagi kalau bukan lagu 'Satu Jam saja' yang menjadi judul film ini, yang kali ini dinyanyikan Kamila. Selebihnya?
Namun, demi melihat bahwa ini adalah film pertama Rio, dan bahwa Karno's Film pernah memproduksi karya bagus seperti serial TV 'Si Doel', serta idealisme mereka yang
ditanamkan pendirinya (Soekarno M Noor), maka saya masih akan menanti dan berharap pada karya-karya mereka berikutnya. Yakni, 'Si Doel on The Movie' dan 'The Last Barongsay'. (mmu/mmu)