Konten dan Ibadah, Melukat yang Kini Milik Semua Orang

ADVERTISEMENT

Hot Questions

Konten dan Ibadah, Melukat yang Kini Milik Semua Orang

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Rabu, 21 Des 2022 08:25 WIB
Jakarta -

Upacara Melukat yang dilakukan secara turun temurun oleh umat Hindu sebagai sarana untuk menyucikan diri mengalami transformasi. Kini, khidmatnya upacara tersebut juga dinikmati mereka yang berasal dari lintas kepercayaan dan warga negara.

Setidaknya mungkin lima tahun terakhir, sejak kesadaran atas kesehatan mental meningkat di Indonesia, banyak tokoh publik bicara lantang kepada penggemar dan penontonnya, upacara Melukat di Bali pun menjelma menjadi tren. Ditambah lagi, istilah 'healing' menguasai percakapan banyak anak muda di media sosial.

Melukat berkembang pesat dari yang awalnya kebanyakan diminati turis asing, sekarang banjir oleh mereka yang dari dalam negeri. Melepas sekat kesukuan dan kepercayaan dalam agama, atas nama penyucian dan ketenangan diri.

Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar, Bali menjadi salah satu tujuan utama, meski tempat lain bermunculan. Hal itu disebabkan, pura tersebut sudah berdiri sejak abad ke-10, dengan mata air abadi. Hal lain yang membuatnya legendaries adalah, pura tersebut bertetanggaan dengan Istana Kepresidenan Republik Indonesia.

detikHOT mengunjungi Pura Tirta Empul di sebuah sore. Menemui Dewa Arim, seorang pemandu Melukat yang telah memandu sejak 2000 awal. Di mana ayahnya juga seorang pemangku adat setempat. Dari penuturannya, detikHOT mendapatkan jawaban, tentang Melukat dan perkembangannya gini.

"Di zaman digital seperti sekarang ada masyarakat ataupun umat yang khusus melukat itu untuk konten, ada yang benar-benar melakukan melukat itu untuk membersihkan dirinya. Dari pihak kami di sini, selama dia mengikuti aturan dan tidak melanggar tatanan tata krama, walaupun hanya sekadar konten, gaya-gayaan, ya silakan," ungkap Dewa Arim

"Tapi, yang dia dapatkan ya hanya konten saja, kerohaniannya tidak. Kalau memang orang yang khusyu, dia akan mendapatkan pahala atau karma baiknya dari Tuhan. Kalau hanya konten, yang dia dapatkan hanya foto dan video," sambungnya lagi seraya tersenyum.

Ilustrasi orang Melukat di Pura Tirta Empul, Bali.Ilustrasi orang Melukat di Pura Tirta Empul, Bali. Foto: Rachman/detikcom

Dengan berbagai polemik dan dinamikanya, Dewa Arim meyakini hal itu tidak merusak makna Melukat itu sendiri.

"Sebenarnya itu tidak merusak, karena apa? Dia mengikuti aturan di pura. Di pancuran dia sembahyang atau melukat seperti apa yang diajarkan dengan benar. Itu kita tidak akan tersinggung, kecuali dia tidak benar melakukannya, melanggar tempat-tempat suci."

Pura Tirta Empul memiliki tiga kolam pancuran untuk Melukat. Kolam pertama memiliki 13 pancuran, kolam kedua ada dua pancuran dan ketiga memiliki enam pancuran.

"Di kolam pertama, pancuran pertama itu tidak boleh, karena itu telah disucikan yang digunakan khusus untuk upacara pembersihan pura. Pancuran ke-11 dan 12 itu namanya digunakan untuk Ngaben. Jadi, ada tiga pancuran yang tidak boleh digunakan Melukat sehari-hari."

"Kalau di kolam satu ini Tirta Suci Ipian Ala namanya, itu untuk menangkal dan membersihkan mimpi buruk biar tidak terjadi. Terus di kolam kedua itu fungsinya untuk yang melakukan sumpah serapah atau dikasih kata-kata kasar dari orang lain, itu untuk pembersihan. Kolam ketiga itu ada Tirta Pengelepas, Trita Sambutan. Tirta Pengelepas itu digunakan untuk melepas rumah atau bangunan yang barum jadi dibuat upacara baru mulai bisa dipakai. Tirta ini yang paling tinggi tingkatannya dan bisa digunakan untuk segala hal."

Lantas, apakah Dewa Arim pun setuju bahwa Melukat kini dimiliki oleh semua umat yang percaya?

"Iya, kalau melukat trennya sekarang bukan milik umat Hindu saja. Tidak membatasi agama apapun," pungkas Dewa Arim.

(mif/dar)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT