Apa yang patah, akan tumbuh, begitu setidaknya menurut Banda Neira menggambarkan siklus dari peristiwa sehari-hari. Siklus itu juga yang kemudian menjadi landasan hidup seorang tukang cukur/potong rambut, atau kapster, bisa juga disebut penata rambut bernama Yanus Putrada.
Pria 30 tahun yang kini jika ditelusuri melalui mesin pencarian dan media sosial, ramai terpampang foto dirinya bersanding dengan banyak kepala selebriti Indonesia yang rambutnya baru saja dipermak. Apa yang lalu menarik perhatian, foto-foto tersebut tidak menunjukkan lokasi sedang berada di salon atau sejenisnya.
Rasa penasaran membawa detikHOT mencari tahu lebih jauh. Dari Tendean, menuju Kawasan Puri, Jakarta Barat, untuk menemui langsung si pemilik nama. Yanus, khas dengan rambut panjangnya yang diikat, pakaian serba hitam, sedang berada di tempat miliknya, sebuah akademi untuk rambut dan makeup, Stella Tjia & Yanus Putrada Academy. Sebagai informasi, Stella Tjia adalah kakak kandung Yanus yang berprofesi sebagai makeup artist.
Ternyata, pilihannya tidak salah. Karena, ngobrol dengannya selama kurang lebih satu jam, bagi Yanus rambut lebih dari sekadar anggota tubuh dan bekerja sebagai pencukur rambut, juga lebih dari sekadar profesi. Yanus memotong rambut, untuk menyambung hidup. Bukan hanya hidupnya, tapi juga banyak orang di luar sana, dari yang waras sampai gangguan jiwa.
Yanus tumbuh remaja di Surabaya, di tengah kondisi ekonomi keluarganya yang tidak baik-baik saja. Akselerasi di masa sekolah, dia memulai kuliah di Universitas Kristen Petra, Surabaya, pada usia 16 tahun, kemudian berhenti pada Semester 2 karena alasan biaya. Momen inilah yang membawanya bertemu dengan salon dan rambut.
"Kalau dipikir-pikir awal gue kerja di salon itu bukan karena ketertarikan gue sama rambut, tapi karena uang. Sebenarnya sebelum daftar di salon gue itu daftar ke penangkaran udang, apa aja gue kerjain, kan di posisi nggak bisa milih pekerjaan. Punya perasaan juga gue masih lulusan SMA, gue nggak bisa milih pekerjaan apa yang gue inginkan, apalagi pada saat itu belum ada kata passion. Di salon itu gue jadi kasir, nah tapi setelah masuk, kok gue cukup senang berada di dunia persalonan ini," buka Yanus mengenang kejadian tahun 2009 itu.
Sekitar tiga bulan menjadi kasir, Yanus mengambil tawaran untuk belajar mencukur rambut oleh penata rambut di tempat dia bekerja. Demi melatih keterampilannya, dia berkeliling ke tetangga, penjaga warung, maupun orang-orang lain yang dia temui. Menawarkan jasanya amatirnya dengan dalih melatih kemampuan, tak dipungut bayaran. Sampai akhirnya dia mendapatkan kepala pertama yang memberinya uang.
"Orang pertama yang jadi income itu namanya Mas Anam, tukang bakso di depan salon di Surabaya. Gue inget banget, pada saat itu model harajuku. Dari situ, semakin dijalani semakin menyenangkan," ungkapnya.
(mif/nu2)