Fenomena Ondel-ondel Jadi Alat Ngamen Jalanan dan Bisa Disewa Rp 150 Ribu

Fenomena Ondel-ondel Jadi Alat Ngamen Jalanan dan Bisa Disewa Rp 150 Ribu

Febriyantino Nur Pratama - detikHot
Rabu, 01 Jul 2020 11:09 WIB
Jelang HUT DKI Jakarta ke-492,  jumlah permintaan kesenian ondel-ondel meningkat. Eksistensinya pun masih terjaga hingga kini.
Fenomena Ondel-ondel Jadi Alat Ngamen Jalanan dan Bisa Disewa Rp 150 Ribu Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Kontroversi mengenai ondel-ondel yang ngamen jalanan masih menjadi perdebatan. Pemerintah sudah membuat aturan yang melarang adanya ondel-ondel yang dijadikan alat komoditas untuk pengamen jalanan mengais rezeki.

Tapi yang terjadi di lapangan berbeda, ondel-ondel marak mengamen di jalanan masih sangat banyak. Para pengamen jalanan yang mendapatkan hasil dari ondel-ondel jalanan penghasilannya harus dibagi-bagi ke pengarak ondel-ondel, sehingga saat ini penghasilan itu menurun.

"Kalau dulu yang saya tahu memang besar dulu bisa Rp 3 juta dalam sehari, cuma sekarang kayaknya nggak deh, karena udah dikurangin. Itu tahun 2009 sampai 2012, kebetulan ada temen yang ngamen, ngamen kayak gitu mereka saya tanya penghasilan berapa? Bisa tiga juta, mereka dibagi (penghasilannya) cuma kalau full alat musik itu mereka bisa 12-15 orang belum bayar angkot, belom apa. Karena sekarang penghasilan kurang dari itu sekarang ada 2-4 orang kadang kadang ondel ondelnya sendiri," beber Yudi Hermawan dari pimpinan Sanggar Ondel-ondel Sinar Betawi Entertainment.



Yudi juga menilai saat ini banyak oknum di luar seniman atau budayawan Betawi yang membuat ondel-ondel menjadi komoditas untuk pengamen jalanan. Menurutnya, hal itu harus diberantas.

Jelang HUT DKI Jakarta ke-492,  jumlah permintaan kesenian ondel-ondel meningkat. Eksistensinya pun masih terjaga hingga kini.Fenomena Ondel-ondel Jadi Alat Ngamen Jalanan dan Bisa Disewa Rp 150 Ribu Foto: Rifkianto Nugroho



Biasanya, biaya sewaan untuk sepasang ondel-ondel beserta sound sistem Minus One berkisar Rp 150 ribuan.

"Jadi sepasang ondel-ondel itu disewakan sepasang Rp 150 ribu untuk sehari full. Jadi yang kita mau berantas yang model-model kayak gitu iya. Makanya sampai kita rapat di Dinas itu yang mau berantas ada oknum yang menyalahgunakan. Dibuat disewakan ke anak-anak yang ngamen ngamen itu, satu set lah sama musik Minus One itu. Anak anak itu mungkin sama sewa mikrolet Rp 50-75 ribu," ungkapnya.

Yudi juga membeberkan sistem kerja ondel-ondel jalanan yang menggunakan sistem drop. Seperti pengamen ondel-ondel yang berasal dari Kemayoran bisa beroperasi hingga ke kota Bogor, tak jarang hal itu melibatkan anak kecil dan perempuan.

"Mereka sistem ya gini, mereka di drop di Pasar Rebo atau nanti mereka balik jalan kaki. Sekali sewa angkot, sehari dua hari. Mereka dari ke Pasar Senen atau mereka ke mana ke Kemayoran jalan kaki. Trus, sampai mana mereka minta jemput sama angkot-angkot mungkin kenalan mereka ya. Ada anak kecil, ada perempuan segala, ditanya pimpinannya siapa? Ya begitu ada yang ngaku dari Pasar Senen, rel kereta daerah Gaplok dari Kemayoran. Pernah di daerah ketemu di Billabong Bogor, mereka dari Kemayoran sudah tiga hari di sana," ujar Yudi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Menurut pria yang berprofesi sebagai guru honorer itu, ondel-ondel jalanan dinilainya merusak pasaran dan harga diri hingga karakter seni ondel-ondel. Hal itu tentu membuatnya sedih.

Jelang HUT DKI Jakarta ke-492,  jumlah permintaan kesenian ondel-ondel meningkat. Eksistensinya pun masih terjaga hingga kini.Fenomena Ondel-ondel Jadi Alat Ngamen Jalanan dan Bisa Disewa Rp 150 Ribu Foto: Rifkianto Nugroho



"Kita sedih juga gimana ya. Kalau kita nge-job pun di luar, selalu ditanya itu ondel-ondel ngamen atau bukan, dalam artian menjatuhkan harga pasaran ya walau pun bukan dibilang, bukan bisnis pelestarian budaya tapi akhirnya kita jatuh ya harga diri ya karakter. Jadi kayak membunuh karakter ondel-ondel sendiri," imbuhnya.

Di akhir obrolan dengan detikcom, Yudi berharap agar dinas terkait lebih peka menghadapi ondel-ondel jalanan yang tak sesuai pakem. Yaitu dengan membuka akses resmi ngamen ondel-ondel seperti di Kota Tua dan kawasan Monas hingga menerapkan pakem yang sudah ada.

"Sebenernya mereka mau dirangkul, cuma saat ini belum nemu titiknya nih. Makanya kemarin Pak Kepala Dinas Kebudayaan Iwan Heri Wardana, sempet dateng ke seniman ondel-ondel dirangkul seratus sanggar itu. Maunya gimana itu masih pembahasan terus. Harusnya dinas terkait dirangkul total, difasilitasi," imbuhnya.

"Mungkin kayak dulu kalau meraka di Monas, di Kota Tua lagi buka aja tapi dengan catatan musiknya jangan Minus One lagi, musiknya dilengkapin lagi, jadi budaya pakemnya nggak ilang pakai seragam lagi," pungkasnya.




(fbr/tia)

Hide Ads