"Dari rumah yang jadi tempat tinggal itu sebenarnya sudah menghasilkan ratusan cerpen. Di situ tempat inspirasi Bapak untuk menulis," ujar istri Hamsad Rangkuti Nur Windasari saat berbincang dengan detikHOT, Minggu (26/8/2018).
Rumah yang terletak di Jalan Bangau VI Depok itu sudah ditinggalkan Hamsad dan keluarganya lima tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Allah Maha Baik. Keran di sana ditutup, keran di sini terbuka. Kami pindah ke rumah yang tadinya lahan kebun Bapak 5 tahun yang lalu," tutur Nur.
Di rumah itu pula Hamsad menghebuskan napas terakhirnya. Hamsad Rangkuti yang dikenal sebagai maestro cerpen Indonesia meninggal dunia di usia 75 tahun.
Sebelumnya di tahun 2009, Pemkot Depok membangun tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) di lahan berukuran 5x12 meter tak jauh dari kediaman Hamsad yang dibangun dari honor menulis. Keluarga sempat melawan tapi kalah. Pemkot pun tetap membangun TPSS di lahannya tersebut.
Sayangnya pihak keluarga sama sekali tak mendapatkan uang ganti rugi. Gara-gara kasus tersebut dan kediamannya dekat dengan lokasi pembuangan sampah, Hamsad mulai sakit-sakitan.
Ratusan cerpen Hamsad akan dikenang oleh para pecinta sastra dan mahasiswa. Buku kumpulan cerpennya di antaranya adalah 'Bibir dalam Pispot' (2003), 'Sampah Bukan Desember' (2000), 'Lukisan Perkawinan' (1982), dan 'Cemara' (1982). Dari ratusan novel, Hamsad hanya satu menulis novel yakni 'Ketika Lampu Berwarna Merah' di tahun 1981.
Saksikan juga video 'Kepergian Hamsad Rangkuti dan Kasus Sengketa Lahan Pemkot Depok':