Maya Hirai menjelaskan, alasannya bukan lantaran sepi peminat, melainkan ia ingin mematangkan dulu sekolah yang ada saat ini sebelum membuka cabang di kota lain.
"Kalau peminat semakin kesini semakin banyak, alhamdulillah. Tapi, kami mau matangkan dulu yang ada disini agar ketika buka di tempat lain semua sudah siap, tidak asal-asalan," kata Maya kepada Detik, Rabu (11/9).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah banyak yang meminta supaya kami buka di daerah selain Bandung. Yang terdekat sih di Jakarta," ujarnya.
Seperti sekolah biasa, sekolah origami milik Maya memiliki fasilitas ruang belajar yang didesain dengan konsep ala Jepang. Penggunaan material bambu dan kayu mendominasi hampir di seluruh interior dan eksterior ruangan yang dirancang khusus oleh sang suami, Bambang Setia Budi.
Suasana belajar juga dibuat atraktif dan nyaman dengan hiasan karya origami yang ditempel di dinding. Selain itu disediakan pula berbagai keperluan membuat origami dari kertas berwarna, VCD/DVD origami, hingga perangkat multimedia.
"Memang dibuat se-nyaman mungkin agar mereka yang datang kesini lebih menyukai origami dan menikmatinya," kata Maya.
Adapun program belajar origami dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, kunjungan. Kedua, belajar di kelas. Ketiga, mengadakan pengajaran ke sekolah-sekolah untuk anak dan dewasa.
Untuk kunjungan, Maya Hirai School of Origami terbuka bagi siapa saja, termasuk kepada guru TK atau PAUD dan para siswa untuk merasakan pengalaman belajar origami. Kegiatan yang dilakukan adalah membuat model-model origami menari selama durasi satu jam proses belajar.
"Biayanya Rp 100 ribu per 13 orang dengan daya tampung ruangan 35 orang guru dan anak," ujarnya.
Untuk metode belajar di kelas dibagi lima bagian, masing-masing kelas privat maksimal tiga orang, grup mini minimal lima orang, grup maxi minimal sepuluh orang, kelas akhir pekan dan sekali datang, dan privat di rumah. Maya dibantu oleh beberapa rekan yang akan berperan sebagai instruktur.
Biaya yang dikenakan mulai dari Rp 75 ribu sekali pertemuan dengan durasi belajar selama 1,5 jam. Standar program belajar di kelas adalah lima kali pertemuan, kecuali yang mengambil kelas akhir pekan atau hanya sekali pertemuan.
"Tentu nanti akan mendapat sertifikat. Untuk dapat sertifikat intermediate, siswa harus ikut 16 kali pertemuan. Kematangan melipat sesuai dengan intensitas latihan. Biasanya empat kali pertemuan hasilnya sudah sangat baik," kata Maya.
Sementara, untuk pengajaran ke sekolah-sekolah, dikenakan tarif berbeda antara peserta anak-anak dan dewasa. Begitu pula durasi belajar. Anak-anak hanya satu jam, sedangkan dewasa hingga satu setengah jam.
"Pengajaran ke sekolah-sekolah, biayanya Rp 10 ribu per peserta anak dengan minimal peserta 20 orang. Kalau yang dewasa, Rp 15 ribu per orang minimal peserta 10 orang," ujarnya.
(fip/utw)