Umi Pipik menceritakan soal perjalanan hidupnya yang bak roller coaster setelah ditinggal sang suami, Ustaz Jefry Al-Buchori (Uje). Rupanya kehilangan sosok suami membuat perempuan yang kini istikamah bercadar itu tidak hanya terpukul tapi juga terpuruk.
Usia Umi Pipik 37 tahun ketika suaminya meninggal. Otomatis dia harus menjadi orangtua tunggal sejak saat itu. Tapi rasa kehilangan yang mendalam dan luka hati yang belum sembuh membuat semuanya jadi tidak mudah. Akhirnya kondisi kesehatan Umi Pipik memburuk hingga nyaris kena stroke.
Dia menceritakan saat hadir di studio Pagi Pagi Ambyar, kawasan Transmedia, Jakarta Selatan baru-baru ini. Beberapa hari setelah Uje meninggal dunia Umi Pipik memilih untuk berdiam diri di kamar. Ketika salah satu sahabatnya, Sandrina Malakiano, datang menjenguk, kondisi Umi Pipik amat mengkhawatirkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akhirnya dibawa ke RSPI," katanya. Tapi itu justru memantik emosi dan trauma soal kematian Uje.
"Ketika lewat UGD saya teriak-teriak nggak mau lewat situ karena kan almarhum di situ," lanjut Umi Pipik.
Saat dibawa ke rumah sakit, kondisi Umi Pipik sangat kekurangan oksigen. Sehingga dia harus dirawat selama seminggu untuk memulihkan kondisinya. Tapi cobaan hidup Umi Pipik ternyata belum selesai. Setelah itu, dia justru harus menyaksikan rumah pribadinya terbakar habis.
Tapi ada hikmah di balik kebakaran yang terjadi saat itu. Perempuan kelahiran 26 November 1977 itu mengaku mendapatkan kesadaran untuk bangkit dari keterpurukan yang dia rasakan. Itu terjadi ketika melihat anak-anaknya yang berhasil selamat dari kebakaran.
"Kebakaran rumah itu bikin saya kayak, Allah kasih lebih tanggung jawab sekali, yang ya mungkin, saya semua-semua di hadapan saya, (yang saya pikir) punya saya, ternyata bukan punya saya. Ya Allah ini apa lagi, diambil semua. Di situ saya dikasih tampak semua. Abidzar di usia 12 tahun dengan tangan kena bakar, (dia) berhentiin orang-orang yang lagi nyiram air (lalu bilang) 'Om, om udah azan subuh, kita salat jamaah'. Di situ saya (mikir) oh ini harta saya. Allah kasih kesempatan saya sama mereka," ungkap Umi Pipik.
Segala kehilangan yang dirasakannya itu menjadi cambuk buat Umi Pipik untuk berusaha lebih keras demi bisa menghidupi anak-anaknya. Hingga akhirnya dia pun bisa berhasil keluar dari keterpurukan dan bangkit meski dengan sisa-sisa tenaga terakhir.
Tak henti-hentinya Umi Pipik berdoa saat itu sambil terus melihat ke belakang. Seraya berharap kehidupannya akan berubah lebih baik.
"Saat itu saya nggak punya rumah, 9 kali pindah rumah dengan nikmatnya nenteng-nenteng anak-anak. Itu yang akhirnya saya berdoa, ya Allah kasih saya rezeki-rezeki terus supaya bisa besarin mereka, buatin mereka rumah. Saat saya nggak ada mereka punya tempat untuk berteduh," ucap Umi Pipik menahan tangis dengan suara terbata-bata.