Acara Demi Indonesia yang dipersembahkan detikcom berlangsung meriah. Di sesi pertama bertema Beda Server Satu Bahasa, dipertemukan tiga pembuka agama di atas panggung. Mereka adalah Gus Miftah mewakili Islam, Bhante Dhira mewakili Budha, dan Pendeta Gideon Simanjuntak mewakili Kristen. Dalam orasinya, masing-masing agama menyuarakan orasinya soal keberagaman Agama di Indonesia.
Ada banyak candaan yang dilontarkan oleh ketiga narasumber dalam sesi Beda Server Satu Bahasa. Hal ini tentu membuat acara Demi Indonesia semakin santuy dan bisa dinikmati oleh semua yang hadir di The Hall Senayan City pada Jumat (27/10/2023) atau yang menyaksikan live streaming di detikhot.
Dalam sesinya, Gus Miftah menyinggung soal hormat-menghormati antar-agama. Berangkat dari pengalamannya yang kerap disebut kafir karena sering masuk gereja, Gus Miftah berharap Indonesia bisa lebih terbuka soal saling menghormati antar-agama dalam rangka Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober esok.
Gus Miftah mengibaratkan Indonesia seperti sebuah rumah dengan banyak kamar. Masing-masing kamar diisi oleh masing-masing penganut agama yang berbeda-beda. Lantas yang dibutuhkan oleh rumah ini adalah banyak ruang tamu untuk bisa berdiskusi antar-agama.
"Saya menggambarkan Indonesia sebagai satu rumah besar yang punya 6 kamar. Ada kamar Islam, kamar Kristen, kamar Katolik, kamar Hindu, kamar Budha, dan kamar Konghucu. Saya punya keyakinan, kalau orang Indonesia kembali ke kamarnya masing-masing, pasti tidak akan pernah terjadi masalah," ucap Gus Miftah.
![]() |
"Akan terjadi masalah apabila ketika kita kembali ke kamar orang lain, tidak hanya tidur bahkan ngompol di sana. Pasti akan jadi masalah. Contohnya, ketika banyak orang yang kembali ke kamar orang lain, ketika seseorang yang belum menggenapi ibadah agamanya sendiri, tapi dia sudah bicara ibadahnya agama orang lain. Belum jadi muslim yang taat, malah mempersekusi ibadah orang lain," lanjut Gus Miftah.
Di sesi selanjutnya, Bhante Dhira bicara soal anak muda Indonesia yang seharusnya lebih bisa jadi penggerak, bukan penggertak. Dia menyoroti banyaknya kebingungan yang terjadi di kalangan anak muda ketika ingin memutuskan buat melakukan sesuatu.
Bhante Dhira lalu menambahkan dalam orasinya bahwa anak muda bisa melakukan perubahan besar buat Indonesia. Mereka yang dapat melakukan itu adalah mereka yang punya karakter.
"Banyak teman saya anak muda, mungkin masih belum tahu mau ke mana. Kadang kala bergerak lintas agama dicaci maki akhirnya takut. Jangan takut melangkah, yang terpenting langkahmu tak menakutkan orang lain. Kalau punya inisiatif, jangan jadi pemuda yang karatan tapi jadi pemuda yang punya karakter. Artinya, kalau kita tidak bisa membuat yang lebih baik maka jangan merusak seperti karatan," paparnya.
![]() |
Selanjutnya pemuka agama Budha itu mengibaratkan persatuan anak-anak muda Indonesia seperti halnya sapu lidi. Yang apabila hanya ada satu tidak akan bisa melakukan banyak hal, tetapi apabila yang satu-satu itu diikat menjadi sapu lidi maka semua bisa dijajal.
"Kalau lidi cuma satu, nggak bisa bersihkan, kalau beberapa lidi kita gabungkan jadi sapu lidi. Ketika sudah jadi sapu lidi kita bisa bersihkan pikiran negatif, pemikiran penuh kebencian, kedamaian, keharmonisan, bisa terwujud apabila menghargai semua kehidupan," ungkapnya.
Terakhir, ada Pendeta Gideon Simanjuntak yang juga banyak bercanda di sesi Beda Server Satu Bahasa. Membuka sesi dengan menyebut dirinya 'anak pejabat' yang berarti 'peranakan Jawa dan Batak', Pendeta Gideon menekankan pentingnya toleransi antar-agama. Hal ini berkaca dari pengalaman pribadinya sebagai anak dari pernikahan beda agama.
Menurut Pendeta Gideon, bahu-membahu membangun Indonesia harus dilandasi dengan toleransi dan kesadaran bahwa perbedaan yang kita miliki sebagai orang Indonesia datangnya dari Tuhan.
"Saya percaya, Indonesia bisa jadi besar apabila setiap agama saling bersatu bersama-sama membangun Indonesia. Ketika kita menyadari perbedaan itu datangnya dari Tuhan, kelemahan kita akan jadi kekuatan," paparnya.
![]() |
Pendeta Gideon mengajak penonton Demi Indonesia melihat ke belakang, ke para founding fathers yang membawa Indonesia ke kemerdekaan. Menurut dia, anak muda seharusnya meneladani mereka yang meski datang dari agama mayoritas, namun memilih untuk menggunakan Pancasila alih-alih menekankan agama sendiri.
Dia juga menekankan pentingnya Pancasila untuk mempererat hubungan seluruh agama yang ada di Indonesia. Karena Pancasila pada hakikatnya menyatukan segala perbedaan yang ada.
"Kalau satu agama yang dijadikan dasar (negara) semua akan memisahkan diri. Sehingga hari ini kita bisa bergandengan tangan membangun bangsa Indonesia, itu karena Pancasila, sila ketiga Persatuan Indonesia. Kita tetap satu walau berbeda suku, kalau kita ribut kita juga yang rugi, kalau kita berantem kita semua yang hancur," pungkasnya.
Demi Indonesia sesi satu memang sudah selesai, tapi masih ada dua sesi lagi yang tak kalah serunya. Tonton keseruannya di sini.
Demi Indonesia didukung oleh BNI, PT. Pertamina (Persero), Bank BRI, Telkom Indonesia, Bank Mandiri, Semen Indonesia Group, PT. Pupuk Indonesia dan MIND ID.