Kembali ke peran ibu, Yuni Shara melebarkan lagi pelukannya lewat sebuah institusi pendidikan anak usia dini bernama Permata Cahaya Abadi yang terletak di Batu, Malang, Jawa Timur. Sepanjang 11 tahun, dirinya ngemong anak-anak dalam format penitipan atau daycare, playgroup dan Taman Kanak-kanak.
"Kalau di Batu itu awalnya ada sekolah mau ambruk aku ambil, terus aku ngontrak rumah. Sekarang di tahun ke-11 baru punya gedung sendiri nih, Alhamdulillah. Sekarang sekolah ini sudah Akreditasi A, aku menerapkan belajar dan bermain."
Bahkan di tengah kesibukannya, setidaknya dua kali dalam setahun dia masih mengunjungi anak muridnya itu. "Biasanya ke sana itu tiap Hari Kartini dan 17 Agustus."
![]() |
Yuni tidak punya banyak alasan mengapa dia memutuskan untuk memiliki sekolah. Dalam pikirannya, sudah sepantasnya, anak-anak dapat bersekolah apapun kondisi dan latar belakang anak tersebut.
"Orang-orang sudah mulai sadar bahwa sebagai anak-anak adalah penerusnya, itu kenapa mereka harus bersekolah. Dan selalu, kalau lihat anak kecil yang ditanya dia sekolah kelas berapa, sekolahnya di mana, bagaimana. Aku mau setiap anak itu punya jawaban atas itu. Kamu bayangin kalau anak kecil ditanya, dia nggak punya jawaban itu apa rasanya? Kita nggak usah ngomongin sekolah yang lebih bagus atau tidak, itu belakangan. Sama-sama sekolah aja deh dulu."
Dari buah pikirannya itu, tidak heran kalau sulung dari tiga bersaudara ini pun aktif, lagi-lagi sebagai perempuan dan sosok ibu bagi anak-anak jalanan. Dari mulai mendampingi seorang anak wisuda, sampai mengikutsertakan mereka dalam ajang Street Child World Cup, sebuah ajang pertandingan sepak bola empat tahunan, layaknya Piala Dunia, khusus bagi anak-anak jalanan.
"Anak jalanan itu awalnya tuh karena aku sering ikut ngurusin banjir sama komunitas dan relawan. Nah suatu saat diajak untuk terlibat lebih jauh, ternyata mereka itu juga mengajar untuk anak-anak di bawah kolong jembatan, panti asuhan. Aku ngajar anak-anaknya, sekaligus bikin pelatihan juga buat ibu-ibunya, misalnya daur ulang sampah bikin sesuatu untuk dijual. Aku bilang bahwa kalian harus kerja kalau mau punya, jangan karena musibah jadi hanya menunggu uluran tangan saja."
Dalam kejuaraan Street Child World Cup, pada 2014 di Brasil, pemain Indonesia diganjar gelar Pemain Terbaik Dunia. Sedangkan pada 2018 di Rusia, Indonesia menyumbangkan gelar Kiper Terbaik Sedunia. Ada cerita lucu yang masih diingat Yuni Shara terkait dengan dirinya menjadi ibu bagi anak jalan sekaligus Pemain Terbaik Dunia Street Child World Cup.
![]() |
"Jadi, aku diminta untuk nemenin salah satu anak, namanya Oyon untuk wisuda. Orangtuanya nggak bisa nemenin karena harus jualan. Sampai sekolah kaget dong kok ada Yuni Shara, ternyata Yuni Shara jadi walinya Oyon. Di momen itu aku cerita kalau Oyon ini adalah pemain sepak bola anak-anak jalanan dan pernah jadi yang terbaik di dunia. Satu sekolah itu kaget, pada nganga semua. Gara-gara itu juga, aula acara yang tadinya khidmat jadi pecah."
Mengacu pada judul tulisan yang berangkat dari lagu Chaka Khan tahun 1978, Yuni Shara tuntas menjadi segalanya dalam perwujudan perempuan. Seperti tertuang dalam lirik I'm Every Woman, "Whatever you want, whatever you need. Anything you want done baby, I'll do it naturally. 'Cause I'm every woman. It's all in me, it's all in me."
Tidak terlepas saat dirinya juga harus berperan sebagai sulung dari tiga bersaudara, yang semuanya perempuan. Bagaimana cerita sisterhood Yuni Shara? Jika dirinya sebagai perempuan dianggap panutan, bagaimana soal ruang cinta di hatinya, apakah yang dia akan cari lagi? Ikuti terus hanya di detikHOT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(mif/nu2)