Belum lama ini viral sebuah tagar #savenoviawidyasari di berbagai media sosial dan ramai diperbincangkan oleh banyak netizen di Indonesia. Hal itu terjadi lantaran kasus melibatkan mahasiswa Universitas Brawijaya bernama Novia Widyasari Rahayu yang ditemukan tewas setelah meminum racun di atas makam ayahnya yang berada di Dusun Sugihan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.
Tewasnya Novia disinyalir akibat depresi karena telah menjadi korban pelecehan seksual yang juga melibatkan Bripda RB sebagai pelaku. Kasus itu ramai dikomentari pada artis, salah satunya Ade Fitrie Kirana.
Menanggapi hal tersebut, wanita yang juga merupakan Ketua Umum Yayasan Perlindungan Perempuan dan Anak (YPPA) Indonesia itu memuji tindakan cepat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam merespons dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh anggotanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ade Fitrie Kirana pun sangat mengutuk semua tindak kekerasan, baik secara fisik maupun non-fisik yang telah dilakukan Bripda RB kepada mahasiswi NW hingga membuatnya depresi.
"Saya mengikuti melalui pemberitaan di media nasional, peristiwa ini sangat pelik. Saya pribadi melihat, almarhumah NW sudah berusaha sekuat tenaga untuk lepas dari keadaan sulit yang dialaminya," ujar Ade saat dihubungi.
Bahkan menurutnya, bila dilihat dari jejak digital, NW sudah mencari perlindungan hukum dan sosial. Usaha NW yang tidak mendapat tanggapan apa pun sangat membuat Ade Fitrie Kirana kecewa.
"Jadi, jelas bahwa negara dan masyarakat harus hadir untuk mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual," tutur Ade.
"Bila kita lihat, pengakuan almarhumah NW yang tidak mendapat perlakuan yang sepantasnya dari keluarga Bripda RB karena aborsi yang dipaksa pasangannya," lanjutnya.
Untuk itu, Ade Fitrie Kirana menyarankan sebaiknya pemerintah dan kepolisian membuka saluran khusus untuk pengaduan terhadap tindak kekerasan pada perempuan. Sebab, lanjutnya, hal itu ada aturannya.
"Juga kerahasiaan pelapor, ini yang harus mendapat jaminan dari penegak hukum. Kita memiliki banyak Undang-Undang dan peraturan tentang perlindungan perempuan, namun lemah dalam penerapannya," kata Ade.